REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT PLN (persero) diminta transparan terkait pencabutan subsidi listrik untuk golongan 1.300 dan 2.200 VA yang berlaku per 1 Desember 2015. Anggota Komisi VII Kurtubi menilai, sah-sah saja bagi PLN untuk mencabut subsidi listrik selama PLN bisa menjelaskan dengan transparan kepada masyarakat.
“Jadi dengan pengurangan subsidi untuk kelompok pelanggan tertentu itu, saya berharap PLN betul-betul terbuka berapa mereka akan peroleh dengan kenaikan ini. Kemudian ada berapa pembangkit yang akan mereka bangun dengan kenaikan itu. Berapa kilometer infrastruktur jaringan distribusi yang bisa dibangun,” jelas Kurtubi di DPR, Senin (30/11).
Kurtubi mengakui, saat ini PLN memang membutuhkan banyak anggaran untuk membangun pembangkit listrik dan membangun ribuan kilometer jaringan distribusi. Tujuannya, untuk meningkatkan rasio elektrifikasi dan kapasitas terpasang pembangkit.
Kurtubi mengatakan, penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 10 triliun dan sejumlah kredit komersial bank yang didapat PLN, belum cukup untuk membiayai kebutuhan pembangunan infrastruktur listrik. Sedangkan, menurut Kurtubi, mengandalkan sumber pendanaan dari perbankan juga tidak akan cukup.
“PMN dan pinjaman dari bank pun masih kurang. Kembali, sebenarnya kapasitas kita itu untuk menyamai Malaysia saja harus lima kali lipat dari sekarang. Bayangkan, itu hanya untuk menyamai Malaysia. Jadi, betapa kurangnya pembangkit kita,” kata Kurtubi.
Informasinya, PLN mulai memberlakukan skema tarif penyesuaian (tariff adjustment) bagi dua golongan, yakni pelanggan rumah tangga 1.300 VA dan 2.200 VA pada Desember 2015. Sebenarnya, penetapan tarif rumah tangga daya 1.300 VA dan 2.200 VA ini harus sudah mengikuti tariff adjustment per 1 Januari 2015. (Baca juga: Esok PLN Terapkan Tarif Listrik Baru)
Harga tarif tegangan listrik golongan 1.300 VA belum mengalami perubahan sejak Januari 2015 yaitu Rp 1.352 per kWh. Dengan berlakunya tariff adjustment, tarif tegangan listrik golongan 1.300 VA mulai 1 Desember 2015 menjadi Rp 1.509,38 per kWh.