REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Bagi anggota DPR, menyerap aspirasi dari masyarakat yang memilihnya tak hanya dilakukan dalam sebuah forum resmi rapat dengar pendapat maupun rapat-rapat lainnya.
Hal ini tercermin dari kegiatan reses masa sidang III Anggota Komisi III DPR RI daerah pemilihan Aceh, Muhammad Nasir Djamil.
Ia menyerap aspirasi konstituennya di sebuah warung kopi dan rumah makan khas Aceh. Hal ini sengaja dilakukannya agar penyerapan aspirasi dari konstituen dan mitra kerja dapat berjalan dengan penuh keakraban dan persahabatan.
''Sehingga mereka bebas dan tidak canggung mengeluarkan aspirasinya kepada saya," kata Nasir, Kepada wartawan, Sabtu (26/3).
Pada pertemuan pertama, politikus yang sudah tiga periode terpilih sebagai wakil rakyat di Senayan ini, memilih tempat sebuah rumah makan 'Lem Bakrie' untuk menjamu dan sekaligus menyerap aspirasi dari Konstituennya. Nasirmendengarkan aspirasi dari tokoh masyarakat Aceh dari berbagai latar belakang seperti, dosen, tokoh agama dan pegawai negeri sipil.
Nasir mengakui, sejumlah informasi penting didapatkannya selama bertatap muka dengan konstituen. Salah satunya yakni pendaftaran Mahasiswa yang berbeda dengan daerah lainnya.
"Khusus di Aceh ini, setiap calon mahasiswa harus hafal alquran dan harus melewati test urine," ujarnya.
Test urine ini sengaja diterapkan untuk meminimalisasi peredaran narkoba di Aceh terutama di dunia pendidikan. Ia mendukung cara tersebut, karena semua pihak memiliki tanggungjawab untuk melenyapkan narkoba dari Serambi Mekah.
Pertemuan kedua dilakukan di sebuah warung kopi di Panton Labu Aceh utara, Jumat malam (25/3). Pertemuan ini dilakukan dengan mitra kerjanya yakni kepolisian (Polres Aceh Utara), kejaksaan negeri (Kejari Aceh Utara), pengadilan negeri (PN Aceh Utara).
Dalam pertemuan itu, Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini mendengarkan pemaparan terkait penegakan hukum di wilayah Aceh Utara.
"Dari pemaparan mereka, bisa saya simpulkan khusus untuk penanganan kasus narkoba, mereka berharap adanya Badan Narkotika Kabupaten (BNK)," ujar Politisi PKS tersebut.
Pria kelahiran Medan ini menyatakan, belum adanya BNK di Aceh Utara berdampak kepada penanganan kasus tersebut. Contohnya, tidak ada lembaga yang menentukan apakah mereka ini sekedar pemakai atau bandar.
Dengan fakta itu, lanjut dia, semua kasus narkoba diselesaikan dengan proses hukum dan persidangan. "Mereka akhirnya dikirim ke penjara dan pada akhirnya penjara pun penuh. Ini akan menjadi catatan saya untuk secepatnya dicari jalan keluar agar persoalan ini terselesaikan," ucap dia.