REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR memastikan pembahasan rancangan undang-undang (RUU) Tax Amnesty (Pengampunan Pajak) akan terus berjalan. Semua pihak diminta tak terjebak polemik yang tidak berdasarkan atas hukum agar pembahasan RUU itu bisa berlangsung lancar.
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Firman Subagyo mengatakan dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pasal 50 menyebutkan apabila sebuah RUU yang menjadi inisiatif pemerintah sudah memiliki surat Presiden (surpres) dan sudah dikirim oleh DPR, maka selambat-lambatnya harus sudah dibahas selambat-lambatnya 60 hari.
"Agar DPR selaku pembuat UU tidak melanggar UU, maka kami sarankan RUU Tax Amnesti tetap harus dibahas," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (6/4).
Politikus Partai Golkar itu meminta agar rencana pembahasan RUU tersebut tidak menjadi perdebatan panjang. "Soal nanti akan terjadi deadlock atau ada ketidaksepahaman fraksi-fraksi, itu akan menjadi kewenangan panitia kerja (panja) atau panitia khusus (pansus) yang akan membahasnya," kata Firman.
Begitu pula jika UU tersebut merupakan inisiatif DPR, maka Presiden wajib mengeluarkan surpres dan selambat-lambatnya 60 hari harus ada pembahasan. Untuk itu, kata dia, perlu dibangun fatsun (etika) politik antara pemerintah dan DPR. Ketika ada UU yang menjadi inisiatif DPR, kata dia, hendaknya dihormati dan diproses sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Tidak boleh ada UU inisiatif DPR yang kemudian di-Ikarena ada pendapat masyarakat yang belum bisa menerimanya.
"Ini tidak boleh karena akan masuk ke ranah politik dan akhirnya saling menyandera," kata dia. Nantinya akan dibentuk pansus untuk mengurusi RUU Tax Amnesty. Pansus tersebut juga akan melibatkan baleg.