Pindah Tugas ke Komisi VI, Ini Fokus Rieke Dyah Pitaloka

Senin , 18 Apr 2016, 12:33 WIB
Rieke Dyah Pitaloka
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Rieke Dyah Pitaloka

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politisi PDIP Rieke Dyah Pitaloka Dipindah ke Komisi VI DPR RI, dari sebelumnya di Komisi IV. Menurutnya, kepindahan itu semata-mata hanya tugas partai dan tidak ada unsur lain.

"Iya pindah, mulai masa sidang ini Ke komisi VI. Ditugaskan partai," kata Rieke, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (18/4).

Rieke menjelaskan, dengan mitra komisi VI adalah Kementrian Perindustrian, Kementrian Perdagangan, Kementrian Koperasi dan UMKM, dan Kementrian BUMN, Komisi ini memiliki peran yang cukup penting terhadap pengawasan kebijakan kementrian-kementrian tersebut.

Ia mengatakan, kebijakan perindustrian dan perdagangan sangat berperan dalam mewujudkan cita-cita untuk menjadi negara industri, terutama di era globalisasi dan pasar bebas, agar Indonesia mampu kembali mendorong dan menciptakan pasar yang berkeadilan.

"Tujuan utamanya tentu saja untuk kedaulatan dan kemandirian ekonomi. Ke depan kebijakan di kedua kementrian ini harus sinergis dengan kementrian tenaga kerja," ucap dia.

Sehingga, lanjut Rieke, semua kebijakan yang dikeluarkannya tidak terkooptasi kepentingan bisnis semata. Sebab, sudah saatnya terjadi penguatan terhadap industri nasional yang sekaligus mampu menciptalsn lapangan kerja yang layak bagi rakyat Indonesia.

''Kementrian BUMN sendiri ke depan harus betul-betul mampu mengembalikan BUMN sesuai amanat pasal 33 UUD 1945. BUMN harus mampu menjadi alat negara untuk memperkuat ekonomi rakyat,'' ujarnya.

Rieke menilai, Restrukturisasi BUMN harus segera dilakukan, dengan tidak boleh berorientasi pada bisnis semata, dan menafikkan bahwa BUMN merupakan milik negara yang kuasa pengelolaannya diserahkan kepada pemerintah.

"Sudah saatnya benar-benar di-break down mana yang berada pada ranah public goods, commercial goods atau berada pada irisan keduanya," kata dia.

Mengingat, fungsi strategis BUMN bagi petekonomian negara, ke depan tidak boleh lagi jabatan-jabatan di BUMN, komisaris maupun direksi, semata hanya sebagai 'hadiah politik', kedekatan politis karena tim sukses, tanpa mempertimbangkang kredibilitas dan kapabilitas. Pola perekrutannya pun menurut dia harus dibenahi.