REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- DPR RI bersama pemerintah menetapkan Undang-Undang tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAE) untuk dilakukan penyempurnaan atau perubahan. Sebagai bahan pertimbangan Komisi IV melakukan kunjungan ke Balai Taman Nasional Bali Barat.
Wakil Ketua Komisi IV DPR Daniel Johan Daniel mengatakan Komisi IV telah melakukan beberapa kegiatan, antara lain kajian awal tentang perkembangan peraturan KSDAE baik nasional maupun internasional terutama Protocol Nagoya dan Cartagena.
"Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya terdapat beberapa permasalahan, sehingga perlu dilakukan penyusunan Naskah Akademik dan Draft RUU Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990," kata dia.
Politisi dari Fraksi PKB mengatakan kunjungan kerja spesifik ke Provinsi Bali dalam rangka melaksanakan tugas di bidang pengawasan dan legislasi DPR RI untuk menambah atau memperkaya wawasan dan pengetahuan dari lapangan khususnya Taman Nasional Bali Barat (TNBB) sebagai objek yang dikunjungi. Selain itu, dia juga ingin mendapatkan penjelasan dan melihat langsung program atau kegiatan konservasi terhadap pengelolaan Taman Nasional secara in-situ.
Sementara Kepala Balai TNBB, Tedi Sutedi menjelaskan bahwa pada saat ini TNBB merupakan tempat perlindungan bagi kelangsungan atau keberadaan burung Jalak Bali (Curik Bali). Upaya pelestarian yang telah dilakukan antara lain adalah dilakukannya pelepasliaran burung Jalak Bali di habitat alaminya.
Untuk mendukung kegiatan tersebut juga dilakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat di desa penyangga (penangkaran burung), pembinaan habibat dengan pengendalian jenis tanaman invasif, kerjasama dengan berbagai pihak dalam rangka peningkatan kualitas SDM dan pengembangan teknologi, serta disusun rencana grand desain pelestarian Curik Bali.
Tedi menjelaskan bahwa TNBB baru ditetapkan tahun 2014 terutama kawasan perairan, perlu sosialisasi tingkat tapak untuk sinkronisasi penataan ruang dan wilayah dengan para pihak. Selanjutnya, upaya yustisi terhadap pelanggaran tindak pidana kehutanan diperairan TNBB yang tidak optimal dilakukan karena keterbatasan sumberdaya, peralatan dan anggaran. Kemudian pinjam pakai kawasan yang telah habis masa berlaku namun belum clear and clean yang melibatkan banyak instansi yang memanfaatkan kawasan TNBB yang tidak sesuai dengan regulasi di Kementerian LHK saat ini.
Tedi menambahkan, adanya peraturan pengenaan pajak yang tumpang tindih dalam rangka menjamim iklim investasi wisata alam dikawasan konservasi, misalnya pengenaan pajak bumi bangunan didalam kawasan hutan yang juga pihak investor telah dikenakan PNBP dari izin IPPA,
"Upaya pemecahan masalah tersebut, kami telah melakukan kerjasama dengan pemerintah daerah, swasta, akademisi, LSM dan stakeholder lainnya dalam rangka mendukung kegiatan pengelolaan TNBB ini," katanya.