REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- RUU Kamnas yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) selama bertahun-tahun, dinilai harus segera dibahas dan disahkan DPR. Menurut anggota Komisi III DPR Sufmi Dasco Ahmad, sudah terlalu lama Indonesia tersandera fobia akan kembalinya fungsi militer sebagaimana di era orde baru.
"Faktanya berkali-kali kita menemui situasi sulit karena ketiadaan peran militer untuk ikut menyelesaikan krisis yang terjadi," ujarnya, Ahad (1/5) malam.
Kita, kata Dasco, tentu mengingat bagaimana gagapnya Indonesia saat mengendalikan situasi pasca tragedi Tsunami Aceh 2004. Waktu itu delegasi-delegasi militer asing yang datang membantu malah dikoordinir Departemen Sosial, bukan Tentara Nasional sebagaimana fatsoen politik internasional.
Begitu juga saat ini, ketika terjadi gangguan terorisme yang mengarah pada penguasaan teritori seperti kelompok Santoso di Poso, pemerintah terlihat seperti bingung sendiri. Di satu sisi perlu mengerahkan kekuatan militer yang besar untuk menumpas teroris, di sisi lain tidak ada aturan hukum yang memayunginya.
Menurut dia, ketakutan-ketakutan UU Kamnas akan menghambat proses demokratisasi haruslah dihilangkan karena DPR akan membahas UU tersebut pasal per pasal. "Publik tinggal memberi masukan pasal-pasal mana yang bertentangan dengan demokrasi atau bahkan pasal-pasalmana yang rentan dijadikan alat kekuasaan," kata politikus Partai Gerindra ini.
Mulai Mei 2016, Gerindra memberi kesempatan kepada masyarakat secara khusus menyampaikan aspirasi soal RUU Kamnas ini. Masyarakat bisa mendatangi Fraksi Gerindra di DPR atau DPP Partai Gerindra.
Setelah cukup banyak aspirasi yang masuk, pada awal Juni mendatang Gerindra akan mengadakan simposium soal RUU Kamnas. Prinsipnya, kata Dasco, Indonesia harus segera memiliki UU Kamnas, namun jangan sampai UU tersebut menghambat demokrasi dan menjadi alat kekuasaan.