REPUBLIKA.CO.ID, MANADO -- Jumlah jajaran kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara belum memadai. Bahkan ada satu Kejaksaan Negeri (Kejari) yang membawahi beberapa Kabupaten seperti di Kotamobagu, kemudian, ada Kepala Cabang Kejaksaan Negeri (Kacapjari) yang seharusnya sudah ditingkatkan menjadi Kejari namun belum ada realisasinya.
Hal tersebut mengemuka dalam rapat Tim Kunjungan Kerja Komisi III DPR dengan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara di Manado, belum lama ini. Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengatakan, banyak pejabat kejaksaan yang sudah terlalu lama di Kejati Sulut menduduki posisinya dan belum ada promosi. Hal ini menjadi perhatian komisi III DPR dalam rapat dengan Kejati Sulut.
Dalam paparan Kejati, kata Arsul, banyak permasalahan mengenai kurangnya anggaran, terutama dalam mengurus suatu perkara. “Saya merasa heran, Kejaksaan Agung pada APBN tahun 2015 lalu selalu mengeluhkan anggarannya kurang, tapi ternyata yang menjadi masalah adalah karena penyerapannya juga kecil," ujar politisi F-PPP ini.
Politisi asal Dapil Jawa Tengah X itu menjelaskan, sementara ini temuannya adalah karena jajaran Kejaksaan belum terbiasa dengan pertanggung jawaban untuk penggunaan anggaran. Ada indikasi sepertinya Kejaksaan malas membuat laporan.
“Karena menghindari keharusan membuat laporan, tidak dipergunakanlah anggaran itu,” katanya.
Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Melonguane, Heydemans mengungkapkan keluhannya mengenai kekurangan pegawai. Jumlah pegawainya hanya terdiri dari tiga orang, yakni dua jaksa dan satu tata usaha. “Dengan jumlah seperti itu, bagaimana kami dapat menjalankan kinerja secara maksimal, sementara ekspektasi masyarakat kepada kami didaerah perbatasan begitu besar, mengingat daerah perbatasan begitu banyak masalah,” katanya.
Namun, kata dia, meskipun mengalami kekurangan SDM, pada pada tahun 2015, pihaknya dapat menangani lima perkara tindak pidana korupsi. Padahal, anggaran yang disediakan oleh negara hanya cukup untuk satu kasus saja.