REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) Senin (1/8) merilis data tentang penurunan Nilai Tukar Petani (NTP) pada bulan Juli 2016 sebesar 0,08 persen dibanding NTP pada bulan sebelumnya. Menanggapi berita penurunan NTP itu, Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon, yang juga Ketua Umum DPN HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia), menyebut pemerintah harus memperhatikan betul penurunan nilai tukar tersebut. Sebab, penurunan itu telah berlangsung sejak tahun lalu.
“Sepanjang tahun 2016, hanya sekali nilai tukar petani naik, yaitu pada bulan Mei. Itupun lebih karena dipengaruhi oleh kenaikan harga komoditas pertanian menjelang puasa. Sebelumnya, sejak November 2015, NTP terus-menerus turun. Begitu juga yang terjadi pada bulan Juni lalu. Jadi, dalam sembilan bulan terakhir, NTP hanya sekali naik. Saya kira data ini harus diperhatikan betul oleh pemerintah,” ujar Fadli, melalui keterangan pers, Selasa (2/8).
Sejak Januari 2016, secara berturut-turut nilai tukar petani mengalami penurunan 0,27 persen (Januari), 0,31 persen (Februari), 0,89 persen (Maret), 0,51 persen (April), naik 0,43 persen (Mei), turun 0,08 persen (Juni), dan turun kembali 0,08 persen pada Juli lalu.
Pimpinan DPR ini mengatakan, data itu harus benar-benar diperhatikan oleh pemerintah karena data itu konsisten dengan naiknya indeks kedalaman kemiskinan di pedesaan yang juga dirilis BPS. Selain itu, BPS menyebut indeks kedalaman kemiskinan naik dari 1,84 pada September 2015 menjadi 1,94 pada Maret 2016. Ini berarti orang miskin makin jatuh pada jurang kemiskinan.
Sementara itu, indeks keparahan kemiskinan secara nasional juga meningkat dari 0,51 ke 0,52. Di desa, angkanya lebih tinggi lagi, karena indeks keparahan kemiskinan naik menjadi 0,79 dari 0,67. "Jadi, turunnya nilai tukar petani yang konsisten sejak akhir tahun lalu itu sebangun dengan meningkatnya indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan, terutama di perdesaan,” kata Fadli.
Fadli menyoroti betul naiknya indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan di pedesaan. Menurut dia, selama ini kebijakan ekonomi pemerintah sangat bias perkotaan dan banyak mengabaikan sektor pertanian dan perdesaan. Belum lagi jika adanya jurang yang dalam antara kebijakan budi daya dengan kebijakan tata niaga di sektor pertanian.
"Para petani hanya disuruh berproduksi, tapi insentif yang diterimanya tidak diperhatikan. Itu sebabnya NTP terus-menerus turun,” tegas Fadli.