REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan banyak praktik pungutan liar (pungli) dalam skala masif di Pelabuhan Tanjung Priok dan melibatkan petugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) yang menjadi beking pengusaha dalam pengiriman ekspor dan impor barang. Menanggapi adanya praktik tersebut, anggota Komisi XI DPR Sarmuji, meminta agar KPK dan aparat penegak hukum bertindak tegas terhadap para pelaku pungli di bea dan cukai.
Politisi Partai Golkar ini menilai, praktik pungli sudah lama menjadi 'penyakit' dan menjadi salah satu penyebab ekonomi nasional tidak dapat bersaing dengan negara lain. "Pungli sudah lama menjadi penyakit ekonomi kita. Disinilah letak yang membuat barang-barang kita tidak kompetitif dengan negara lain," kata Sarmuji, di Jakarta, Kamis (20/10).
Menurutnya, Komisi XI punya catatan bahwa barang-barang yang masuk sebagai kategori negara yang memiliki high cost economy. Karena jelas dari aspek distibusi ada biaya tambahan. Wasekjen Partai Golkar ini menambahkan, berdasarkan hasil kajian KPK tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) wajib mengevaluasi kinerja Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi.
Sarmuji meminta, agar SMI memberikan batas waktu paling lama dua bulan bagi Heru untuk menyelesaikan sengkarut di bea dan cukai, mulai dari praktik pungli hingga dugaan adanya oknum yang terlibat penyelundupan minuman keras.
"Kita dari Komisi XI DPR meminta agar Menkeu memberikan batas waktu sekitar dua bulan lah, harus ditargetkan bagi Menkeu untuk melihat apakah kinerja Dirjen Bea dan Cukai mampu menyelesaikan laporan dari sejumlah titik yang selama ini paling sering terjadi nya pungli dan praktik itu. Kalau tidak mampu, terpaksa harus diganti," ujar Sarmuji.