REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Arsul Sani menjelaskan meski gembong kakap teroris telah berhasil diatasi, tapi dia mengingatkan ancaman teroris tetap ada. Sebab meski sejumlah gembong telah tewas tapi pengaruhnya masih ada dan hidup. Terakhir terjadi penyerangan oleh kelompok yang diduga radikal Islamic States Iraq and Syria (ISIS) terhadap Kapolsek Tangerang Kota dan anggotanya.
“Dilumpuhkan bukan berarti hilang, justru pola yang dilumpuhkan kemudian tumbuh sel-sel baru," ujar anggota, Arsul Sani di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/10).
Penyerangan Kapolsek Tangerang Bukti Nyata Teror
Maka dari itu, kata dia, persoalan terorisme menjadi tantangan bagi Panitia Khusus (Pansus) bersama pemerintah agar segara revisi Undang-undang nomor 15 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme. Sebab salah satu pencegahan aksi terorisme adalah dengan menyempurnakan revisi Undang-undang Terorisme yang masih dikaji. Kemudian, aspek pemberantasan juga harus secara dilengkapi.
Arsul Sani menambahkan, Indonesia harus memiliki rezim perundang-undangan pemberantasan terorisme yang di satu sisi lebih lengkap. Namun di sisi lain tidak membuka ruang untuk terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang lebih luas lagi. Arsul memberikan contoh yaitu kewenangan menangkap yang di dalam Undang-undang Terorisme dari tujuh hari menjadi 30 hari.