REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politik anggaran yang disusun pemerintah dinilai tidak sehat dan tidak kredibel. Anggota Komisi XI Heri Gunawan mengungkapkan banyak target ekonomi yang meleset dan Indonesia masih bergantung pada utang luar negeri. Target Pemerintahan Jokowi-JK dalam meraih target pertumbuhan sebesar 7 persen juga meleset.
Dengan kondisi yang ada, kata dia, Indonesia terjebak dalam middle income trap, pembangunan juga melambat, dan kemampuan daya saing serta daya beli masyarakat melemah. Apalagi, ekspor tahun 2016 diperkirakan tidak lebih dari 145 miliar dolar AS atau terendah sejak 2011. Belum lagi, transaksi berjalan defesit sejak 2012 sampai dengan 2016.
Ekonomi Nasional Dinilai Mengarah pada Ketimpangan Sosial
“Kita pantas pesimistis atas capaian-capaian pemerintah di masa-masa mendatang. Dalam merancang APBN 2017 saja, Pemerintah Jokowi-JK melakukan hal yang sangat fatal. Sebab, dalam APBN 2017 kita harus membayar bunga utang saja sebesar Rp 221 triliun, sehingga pemerintah harus menerbitkan SBN Neto sebesar Rp 404 triliun. Lalu, apa yang bisa diharapkan dari proses perancangan politik anggaran yang tidak sehat dan kredibel seperti itu?” kata Heri.
Anggota F-Gerindra ini mengungkapkan, untuk menutup defisit anggaran, membayar cicilan pokok, dan Penyertaan Modal Negara (PMN), pemerintah harus membuat utang baru dan terus membengkak setiap tahun. Ditambahkannya, neraca pendapatan primer (NPP) juga mengalami defisit yang besar pada tahun-tahun medatang, karena paket kebijakan ekonomi I sampai XIII yang sangat berbahaya.
Padahal, defisit NPP pada kuartal pertama 2016 sudah mencapai sebesar 7,5 miliar dolar AS. “Tidak ada jalan lain yang mesti ditempuh pemerintahan selain kembali ke sistem ekonomi Pancasila sesuai Pasal 33 UUD yang sudah sangat mendesak untuk diimplementasikan,” kata Heri.
Dengan begitu, kata dia, penguasaan produksi dan pasar nasional terkendali dan defisit NPP dapat ditekan sekecil mungkin dan akumulasi keuntungan akan memperkuat tabungan nasional. “Selama pemerintahan Jokowi-JK tetap menjalankan kebijakan ekonomi seperti yang ada saat ini, ekspansif namun kondisi dalam negeri dibuat kontraksi, maka selama itu pula kerugian negara akan bertambah banyak dan bertumpuk-tumpuk,” kata Heri.