DPR: Pendidikan di Papua Perlu Perhatian Khusus

Rabu , 02 Nov 2016, 18:09 WIB
Kunjungan tim Komisi X ke Papua terkait penddiikan.
Foto: dpr
Kunjungan tim Komisi X ke Papua terkait penddiikan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA -- Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih menegaskan Papua harus mendapat perhatian khusus dalam beberapa bidang. Khusus untuk bidang pendidikan, perlu adanya komunikasi intensif antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat, agar penyaluran anggaran maupun bantuan, lebih tepat sasaran.

Demikian diungkapkannya saat memimpin Tim Kunjungan Kerja Komisi X DPR ke Jayapura, Provinsi Papua, Senin (31/10). Tim Kunker Komisi X DPR mendapat aspirasi dari pihak SMA 5 Jayapura, terkait bantuan dari Pemerintah Pusat. SMA 5 Jayapura meminta agar ruang kelas direvitalisasi, namun malah mendapat Ruang Kelas Baru (RKB).

“Untuk permasalahan di SMA Negeri 5 Jayapura yang minta revitalisasi gedung, namun mendapatnya malah RKB, mungkin karena keterbatasan anggaran di Kemendikbud atau anggaran yang ada hanya RKB. Namun kalau menghancurkan ruang kelas yang ada, ini tidak sesuai dengan nomenklaturnya,” kata Fikri.

Fikri juga mengaku heran. Di satu sisi ruang kelas sekolah masih minim, dan sekolah hanya meminta bantuan untuk revitalisasi gedung, kemudian malah mendapat bantuan RKB. Sehingga, bangunan ruang yang sudah ada, kemudian dihancurkan untuk dibangun RKB. Fikri meminta agar komunikasi antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat lebih intensif. Kemudian, perlu adanya bimbingan teknis yang ketat sehingga tidak ada kesalahan pengajuan bantuan dari Pemda ke Pusat.

“Tidak boleh dibiarkan kemudian Kemendikbud dinyatakan salah karena tidak sesuai dengan nomenklatur,” kata politisi F-PKS itu.

DPR Harap Dana Otsus Digunakan untuk Dukung Pendidikan Tinggi

Sementara terkait aspirasi masih minimnya sarana dan prasarana, khususnya komputer, di SMA YPPK Taruna Dharma, SMK 1 Jayapura maupun SMA 5 Jayapura, Fikri  mengaku hal itu sudah seringkali disampaikan oleh Komisi X kepada Mendikbud, saat rapat kerja maupun rapat dengar pendapat dengan Kemendikbud.

“Ini sudah berulang-ulang disampaikan saat raker atau RDP, supaya diperhatikan. Karena ketika konteksnya adalah untuk Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK), ini rawan, kalau soalnya berbeda tapi bergantian, ini rawan disampaikan dari murid yang sudah ujian duluan ke yang baru akan menjalankan ujian,” ujar dia.

Anggota Komisi X DPR MY Esty Wijayati mengatakan, permasalahan yang masih dijumpai di Papua adalah minimnya sarana dan prasarana, baik itu ruang kelas, sarana laboratorium, maupun peralatan-peralatan lain yang dibutuhkan di sekolah.

“Ini hampir di seluruh Papua. Tapi persoalan yang harus segera diatasi, adalah sarana dan prasaran di sekolah pelosok Papua. Kemudian sarana prasarna yg hrs kita berikan dibseluruh pelosok papua. Dengan sebaran penduduk yang kadang satu desa hanya 10 KK, kemudian jarak 5 km lagi baru ada penduduk desa lain,” kata politisi F-PDI Perjuangan itu.

Dia melihat persoalan di Papua sangatlah kompleks. Sehingga dalam memperlakukan dan membuat kebijakan untuk Papua tidak bisa disamakan dengan membuat kebijkan untuk daerah-daerah lain.

Sebelumnya, Kepala Sekolah SMA 5 Jayapura, Agnes, mengatakan sekolahnya membutuhkan beberapa bantuan untuk mendukung kegiatan belajar mengajar, misalnya minim jumlah bis sekolah untuk antar jemput siswa dan guru, termasuk minimnya jumlah komputer. Ia juga mengeluhkan ruang kelas yang seharusnya cukup direvitalisasi, namun malah mendapat RKB.