REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Anggota Komisi XI DPR RI Junaidi Auly mendorong agar pembahasan RUU Penerimaan Negara Bukan Pajak (RUU PNBP) memiliki mekanisme yang transparan dan mengedepankan asas keadilan. Sebab, RUU ini akan menjadi payung hukum bagi kementerian dan lembaga untuk meningkatkan penerimaan negara khususnya dari sektor non-pajak.
“Maka mekanisme yang lebih transparan menjadi penting," ujar Junaidi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/2).
Anggota Panja RUU PBNP ini juga menjelaskan bahwa RUU ini dirancang untuk menggantikan UU Nomor 20 Tahun 1997. "Salah satu titik berat pembahasan RUU ini yaitu pemerintah ingin memperbaiki mekanisme penyusunan tarif PNBP di setiap kementerian dan lembaga, serta persoalan transparansi tadi," ujar wakil rakyat dari Daerah Pemilihan Lampung ini.
Menurut Alumnus Magister Manajemen Insitut Pertanian Bogor ini, jika RUU PNBP telah disahkan menjadi undang-undang, maka diharapkan dapat membuka ruang yang lebih besar untuk meningkatkan penerimaan negara bukan pajak. Secara khusus juga untuk optimalisasi penerimaan negara dalam APBN 2017
"Kita berharap UU ini akan memfasilitasi serta mendukung optimalisasi pemanfaatan potensi-potensi penerimaan nonpajak. namun tetap memperhatikan asas keadilan," kata dia.
Junaidi juga menjelaskan bahwa pembahasan RUU PNBP bukan hanya harus berfokus pada peningkatan penerimaan negara, namun juga tetap memertimbangkan kapasitas perekonomian agar tidak menganggu iklim investasi.
“Pada postur APBN 2017 sendiri ditetapkan jumlah pendapatan negara sebesar Rp 1.750,3 triliun. Jumlah ini terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.489,9 triliun, penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp 250 triliun, dan penerimaan hibah sebesar Rp1,4 triliun,” jelas Junaidi.
Sebagaimana diketahui bahwa belanja negara tahun 2017 mencapai Rp 2.080,5 triliun dengan defisit anggaran terhadap PDB mencapai 2,41 persen atau sekitar Rp. 330,2 trilun.