REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi X DPR RI Teuku Riefky Harsya mengatakan, DPR dan pemerintah sepakat mengesahkan RUU Pemajuan Kebudayaan menjadi undang-undang. Ia mengungkapkan, sebelumnya selama lebih dari tiga dekade UU Kebudayaan hanya menjadi perbincangan semata.
Riefky mengatakan, salah satu harapan dengan disahkannya UU Kebudayaan antara lain, adanya penegasan paradigma baru tentang sudut pandang pembiayaan dan alternatif sumber pendanaan. Kedua hal tersebut selalu menjadi masalah klasik sehingga selama ini dukungan terhadap kegiatan pemajuan kebudayaan terkesan diabaikan.
“Dukungan terhadap pemajuan kebudayaan merupakan investasi dalam membangun peradaban bangsa. Paradigma yang menyatakan dukungan terhadap kegiatan kebudayaan merupakan pembiayaan semata, harus kita tinggalkan," katanya dalam keterangan pers, Jumat (12/5).
Bahkan, kata diam dengan terintegrasinya program kerja dan pendanaan terhadap pemajuan kebudayaan, diyakini tidak hanya akan mendukung kelestarian budaya Nusantara. "Tetapi juga akan menjadi stimulus terbukanya lapangan pekerjaan, berputarnya roda perekonomian serta pada ahirnya meningkatkan pendapatan daerah dan negara," jelasnya.
Politikus Demokrat itu melanjutkan, untuk mengantisipasi keterbatasan dana APBD dan APBN, UU tersebut telah membuka ruang partisipasi masyarakat, baik perorangan maupun korporasi, untuk berpartisipasi membantu pendanaan kegitan pemajuan kebudayaan kabupaten/ kota dan propinsi.
"Hal tersebut melalui pembentukan Lembaga Wali Amanat, sehingga dapat berjalan secara berkesinambungan," ujarnya.
Ia menjelaskan, Lembaga Wali Amanat yang akan dibentuk mengacu kepada Perpres No 80 tahun 2011 tentang dana perwalian. Lembaga ini akan bertugas mengelola dan menyalurkan aset finansial yang bersumber dari orang atau lembaga, termasuk APBN dan APBD yang difokuskan kepada 10 objek pemajuan kebudayaan; tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan traditional, teknologi tradional, bahasa, permainan rakyat dan olah raga tradisional.