REPUBLIKA.CO.ID, BANGKALAN -- Perusahaan penyalur tenaga kerja Indonesia (TKI) diharapkan terlibat aktif dalam kelanjutan nasib mereka di luar negeri. Komisi IX DPR RI meminta perusahaan jangan hanya mengirimkan TKI, tetapi juga memantau kondisi para TKI ketika bekerja di negeri orang.
"Jangan setelah ada masalah, baru melibatkan pemerintah. Sebaliknya jika tidak ada kendala atau masalah mereka diam-diam saja," ujar Ketua Tim Kunjungan Spesifik (Kunspek) Komisi IX DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Rabu (26/7).
Menurut dia, harus ada keseimbangan antara perusahaan-perusahaan pengirim tenaga kerja dan pemerintah. Politikus dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini menyarankan pemerintah agar menggalakan pendidikan vokasional, pelatihan-pelatihan kerja, pendidikan, keterampilan tenaga kerja bagi TKI-TKI purna yang sudah pulang. Mereka diharapkan bisa menginvestasikan pendapatan yang diperoleh dari bekerja di luar negeri untuk kepentingan keluarganya.
Saleh bahkan mengharapkan mereka bisa menciptakan lapangan pekerjaan baru. Hal itu diyakini akan berimbas positif bagi kehidupan masayarakat sekitar dan berdampak luas bagi kehdupan sosial ekonomi mereka di Indonesia. Nantinya, para TKI diharapkan tidak lagi bekerja ke luar negeri.
Anggota Komisi IX DPR RI, Siti Masrifah meminta pemerintah agar ke depannya TKI yang berangkat ke luar negeri harus mempunyai keahlian dan bekal pendidikan. Apabila mereka mempunyai keahlian, maka akan mendapatkan penghargaan lebih dari negara tempatnya bekerja dan mendapatkan upah layak.
Sekretaris Derah Kabupaten Bangkalan, Edi Muldjono, mengatakan TKI dari Kabupaten Bangkalan bekerja di enam negara yakni Sinagpura, Hong Kong, Taiwan, Malaysia, Brunei Darusallam, dan Arab Saudi. Untuk TKI yang bermasalah dari Bangkalan ada satu orang yaitu Muhamad Sani Misrim yang terlibat kasus pembunuhan pada 2010 dan hingga kini masih dalam proses hukum.