Ikahi Minta Kewenangan KPK Sebagai Penyidik Diatur Tegas

Selasa , 05 Sep 2017, 15:38 WIB
Ikahi menggelar rapat dengar pendapat umum dengan Pansus Hak Angket KPK DPR di Gedung Parlemen, Senin (4/9).
Foto: DPR RI
Ikahi menggelar rapat dengar pendapat umum dengan Pansus Hak Angket KPK DPR di Gedung Parlemen, Senin (4/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) mengatakan di dalam ketentuan undang-undang, kewenangan dari KPK itu murni tipikor. Pengadilan Tipikor juga sudah diperluaskan kewenangannya, namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah penyidik KPK itu berwenang melakukan penyidikan tipikor?

Hal itu diungkapkan saat rapat dengar pendapat umum dengan Pansus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/9).

 

Perwakilan dari Ikahi dengan tegas menyatakan dalam hal tersebut, hakim terpecah dalam pelaksanaan tugasnya. Ada yang berpendapat KPK tidak berwenang, tetapi ada juga yang berpendapat KPK berwenang. dengan argumentasi hukumnya sendiri-sendiri.

 

“Oleh sebab itu kami dari Ikahi berharap, andaikata undang-undang KPK itu direvisi, hendaknya hal ini diatur secara tegas, antara kewenangan dari KPK sebagai penyidik dan penuntut umum, dan juga kewenangan pengadilan Tipikor, agar tidak ada perbedaan pendapat antara para hakim di lapangan,” ujar perwakilan Ikahi tersebut seperti tertuang dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (5/9).

 

Ia juga menjelaskan sebetulnya konteks tugas secara yuridis antara KPK dan pengadilan tidak terlalu banyak. Pengadilan atau Hakim bertemu dengan unsur dari KPK ketika ada diruang persidangan yakni saat perkara sudah dilimpahkan. Oleh sebab itu, bagaimana kondisi KPK sebenarnya dalam konteks melaksanakan tugas bahwa sulit bagi Ikatan Hakim Indonesia untuk menilainya.

 

“Namun ada beberapa hal yang ditemukan didalam pelaksanaan tugas sehari-hari, dalam hal proses peradilan tindak pidana korupsi yang menjadi perhatian bagi para Hakim, yakni masalah kewenangan dari KPK. Kewenangan dari KPK menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 adalah melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi,” ujarnya.

 

Semula pengadilan juga diatur didalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 yaitu pasal 53 sampai 62 mengenai pengadilan tindak pidana korupsi yang hanya satu di Indonesia. Kemudian terhadap ketentuan ini, sudah diajukan yudisial review oleh Mahkamah Konstitusi. Dalam putusan MK dikabulkan permohonan tersebut dan memerintahkan kepada pembuat Undang-Undang dalam waktu tiga tahun untuk membuat undang-undang baru masalah pengadilan tipikor.

 

“Akhirnya lahirlah Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009, yang didalamnya menyebutkan kewenangan dari pengadilan tipikor sudah diperluas, bukan hanya masalah kasus korupsi. Tetapi sudah melebar kepada TPPU, money laundry yang predikat crime nya adalah korupsi, dan peraturan-peraturan lain yang secara tegas menentukan bahwa pelanggaran terhadap Undang-Undang itu adalah korupsi,” katanya.