REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menerima audiensi Koalisi Masyarakat Sipil untuk Percepatan Perhutanan Sosial terkait perhutanan sosial yang merupakan program prioritas nasional dan mandat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 untuk mencapai 12,7 juta hektar akses kelola masyarakat.
Ketua Rombongan Roy Salam menuturkan sejumlah poin terkait capaian perhutanan sosial yang masih rendah dan jauh dari target yang direncanakan. ”Hingga kini hanya tercapai kurang dari lima persen dari 12,7 juta hektare,” ujar Roy, Jumat (06/10).
Roy juga menuturkan sejumlah persoalan anggaran yang ada di APBN belum menjangkau kebutuhan biaya penyiapan perhutanan sosial di lapangan. Pada tahun 2017 ini, jumlah belanja untuk output luas hutan yang dikelola masyarakat sebesar Rp 32,67 miliar dengan target kinerja 330 ribu hektare. Karena itu, rata-rata anggaran per hektare adalah Rp 99 ribu.
“Sementara hitungan anggaran oleh koalisi masyarakat sipil, kebutuhan alokasi anggaran untuk percepatan perhutanan sosial sebesar Rp 4,15 triliun, sehingga diperlukan terobosan anggaran,” ujar Roy.
Sementara itu, Ketua Badan Anggaran DPR Azis Syamsuddin menyambut baik usulan ini dan akan coba didalami untuk selanjutkan disampaikan dalam rapat kerja dengan pemerintah. “Ini jadi masukan dan catatan,” sambung Azis.
Ada tiga usulan yang disampaikan masyarakat sipil, yakni pemanfaatan dana reboisasi yang mengendap, memasukan komponen perhutanan sosial dalam Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (UU APBN) 2018 tentang Penggunaan Dana Reboisasi dan revisi PP no 3 Tahun 2002 tentang Dana Reboisasi.