REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Nurhayati Ali Assegaf berharap budaya malu, sebagai identitas bangsa Indonesia yang telah memudar, dapat kembali dipupuk. Terutama dalam beretika politik di tahun 2018 ini.
Menurutnya, dari budaya malu inilah lahir moral serta etika yang baik. "Saya selalu menekankan, mari kembali ke budaya kita. Budaya malu dan budaya gotong royong ini adalah budaya bangsa Indonesia. Gotong royong itu terjadi karena kepedulian, bukan karena individu," ujar Politikus Partai Demokrat, dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (9/1).
Lebih lanjut ia menjelaskan, budaya malu dan gotong royong jika dikembalikan maka seluruh lapisan masyarakat dapat hidup berdampingan dengan harmonis. Menurut Nurhayati, dengan sikap tersebut keberagaman merupakan keniscayaan, sebagaimana yang tersirat di dalam nilai-nilai Pancasila.
"Sebuah negara yang melupakan masa lalunya, tidak akan punya masa sekarang. Apalagi masa depan. Kita tidak boleh lupakan sejarah, Republik Indonesia merdeka bukan karena diberikan, tapi karena sebuah perjuangan bersama," Kata Nurhayati.
Untuk itu, lanjut Nurhayati, UUD 45 dan Pancasila merupakan hasil perjuangan bersama. Itu harus dihargai sehingga tidak ada perbedaan maupun perselisihan. Dia juga mengingatkan, bahwa keberagaman bukan hanya sekadar warna kulit dan ras tetapi lebih dari itu, yakni kepercayaan, bahkan tokoh politik idaman.
Sehingga ia berharap dalam memasuki tahun politik ini, segala bentuk keberagaman dapat diakomodir. Dengan begitu konten hoax pun akan berkurang. Malu menyebarkan konten hoax, malu melakukan korupsi dan tindakan tidak senonoh lainnya.
"Sebelum konten kita bagikan, harus dipikirkan lagi pantas atau tidak. Bagaimana kalau kita yang menerima dan membaca itu. Ini yang harus dijaga. Apalagi bangsa ini adalah bangsa yang majemuk, plural dan sudah sepakat dalam kebhinekaan," tutupnya.