RUU Budaya Pertanian akan Lindungi Lahan Petani

Rabu , 17 Jan 2018, 14:57 WIB
Anggota Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo
Foto: Dokumentasi DPR RI
Anggota Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Firman Soebagyo menyampaikan lahan pertanian semakin tergerus. Hal itu seiring dengan pertumbuhan penduduk dan kebutuhan tanah untuk keperluan non pertanian. Alih fungsi lahan kian banyak, sementara perlindungan lahan dan percetakan sawah baru menghadapi kendala yang rumit.

Untuk menghadapi masalah itu, kata Firman, ke depannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentang Sistem Budidaya Pertanian yang sedang dirancang akan melindungi lahan pertanian. Lanjutnya, jika memang pengaturan budidaya lahan pertanian berkelanjutan itu tidak ada sanksi, maka tidak menutup kemungkinan pihaknya akan segera melakukan revisi.

 

"Kemudian memberikan sanksi kepada siapapun yang melakukan alih fungsi lahan pertanian," ujar Politikus Partai Golkar, dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Rabu (16/1).

 

Menurut Firman, berkurangnya lahan pertanian disebabkan untuk memenuhi kebutuhan perumahan dan industri. Dikarenakan jumlah masyarakat yang semakin banyak, sehingga lahan pertanian semakin menyempit. Firman mengungkapkan, bahkan saat ini terjadi manipulasi lahan. Yakni yang seharusnya lahan basah pertanian dipertahankan menjadi tempat menanam padi malah justru diuruk dan dijadikan perumahan.

 

Banyak lahan basah yang dikonvensi menjadi lahan kering lalu dimanfaatkan untuk kepentingan industri, perumahan dan sebagainya. "Padahal itu sebetulnya lahan pertanian," keluhnya.

 

Selain alih fungsi lahan, Firman juga menyampaikan tentang fokus dan konsentrasi dunia internasional saat ini pada pangan dan energi. Menurutnya produksi pangan dunia harus ditingkatkan untuk mengantisipasi semakin parahnya krisis kebutuhan pokok.

 

Itu terjadi, kata Firman, akibat laju pertumbuhan penduduk yang amat tinggi, dan jumlah penduduk dunia diperkirakan akan terus meningkat pada tahun 2050 dari saat ini. Menjadi penting, karena hasil rilis dari PBB itu akan terjadi peningkatan jumlah penduduk dunia, yang jumlahnya hari ini tujuh miliar manusia di tahun 2050 itu akan terjadi pergeseran kurang lebih mencapai 9,7 miliar manusia.

 

Maka dengan demikian, Firman menyatakan, ada konsekuensi terhadap kebutuhan pangan dan energi. Oleh karena itu sekarang ini negara-negara maju sedang konsentrasi penuh terhadap industri energi kemudian industri pangan.