REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Dede Yusuf mempertanyakan kinerja diplomatik Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Arab Saudi. Sebab eksekusi hukuman mati yang dilakukan Pemerintah Arab Saudi terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) bernama Muhammad Zaini Misrin berlangsung tanpa notifikasi dan dinilai mengabaikan mekanisme prosedur diplomatik dalam penanganan eksekusi Warga Negara Indonesia (WNI).
“Tentu yang jadi pertanyaan adalah apakah perwakilan kita pro aktif di sana? Kok bisa sampai jadwal eksekusi tidak tahu,” tanya Dede dalam keterangan persnya, Selasa (20/3).
Untuk itu, politikus Fraksi Partai Demokrat ini mendesak Pemerintah RI untuk melayangkan nota protes ke Saudi atas kasus eksekusi mati TKI yang tanpa pemberitahuan ini. Soal kerja diplomatik perwakilan RI di Saudi, dia memandang perlu ada perbaikan.
Rasanya Pak Dubes kita perlu kembali lakukan komunikasi mendalam kembali kepada Arab Saudi,” ujar Dede.
Dalam kesempatan berbeda, Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani Chaniago akan mengusulkan kepada Komisi IX DPR agar meminta klarifikasi kepada seluruh pemangku kepentingan dari pihak pemerintah. Baik itu Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), serta Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), setelah Zaini Misrin dieksekusi mati Arab Saudi.
DPR menurutnya, akan meminta klarifikasi baik pada Kemenlu, Kemenaker dan BNP2TKI. Irma menilai, komunikasi bilateral antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Arab Saudi tidak berjalan baik, padahal Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melayangkan surat sebanyak dua kali kepada Raja Salman untuk meminta penundaan eksekusi tersebut. Namun, permintaan itu tidak digubris oleh otoritas Saudi.
Sebelumnya diberitakan TKI asal Bangkalan, Madura, Muhammad Zaini Misrin telah dihukum pancung oleh Pemerintah Arab Saudi pada Ahad (18/3) lalu. Dia dieksekusi mati terkait kasus dugaan pembunuhan. Otoritas Saudi sama sekali tidak memberi tahu terkait eksekusi tersebut kepada pemerintah Indonesia.
Zaini Misrin dituduh membunuh majikannya di Arab Saudi pada 2004. Namun, Pemerintah Indonesia baru diberi tahu mengenai status hukumnya pada 2008 ketika pengadilan Arab Saudi sudah menjatuhkan vonis hukuman mati. Zaini menyangkal telah membunuh majikannya. Diduga, ia dipaksa mengakui perbuatan yang tidak dilakukannya oleh pihak kepolisian maupun penerjemah yang dihadirkan saat itu.