REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Ketimpangan pembangunan terjadi di Bali. Wilayah Bali selatan paling banyak tersentuh pembangunan. Sementara pembangunan tidak menyentuh wilayah Bali utara, barat, dan timur. Pemerataan pembangunan ini menjadi perhatian serius di Bali.
Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Eriko Sotarduga mengungkapkan hal ini saat mengikuti Kunjungan Kerja Banggar yang dipimpin Ketua Banggar DPR RI Azis Syamsuddin ke Bali, Selasa (27/3). Diketahui, dana transfer daerah ke Bali juga kerap terlambat datangnya, sehingga ini menjadi persoalaan saat Pemprov setempat ingin melakukan pemerataan pembangunan.
Di Bali ini ada ketimpangan. Wilayah Bali selatan pendapatannya begitu besar, sehingga masyarakat dari Bali utara, barat, dan timur datangnya ke Bali selatan untuk mencari penghidupan. "Ini yang harus dibenahi dan dicari kiat-kiat apa yang tepat, agar pembangunan ini merata. Artinya, jangan hanya terpusat di Bali selatan saja. Bali barat, timur, dan utara hanya sebagai tujuan wisata, tapi wisatawan menginap, makan, dan lain-lainnya di Bali selatan. Ini yang harus dipikirkan,” kata Eriko.
Politikus PDI Perjuangan ini berharap, politik anggaran di Bali mungkin perlu dibenahi. Saat yang sama, pemerataan pembangunan di Bali juga jangan sampai menghilangkan kultur Bali sendiri yang dinilai sebagai keunggulan wisata. Pemprov Bali sendiri mengusulkan agar dana perimbangan dipusatkan di provinsi.
Tapi, lanjut Eriko, itu harus disesuaikan dengan prinsip otonomi daerah. Pada prinsipnya, otonomi daerah itu berada di tingkat dua, yaitu kabupaten dan kota.
“Bagaimanapun, tidak boleh bertentangan dengan undang-undang yang ada. Kita harus cari pola yang tepat, karena pada dasarnya otonomi daerah berada di tingkat II. Provinsi hanya bersifat koordinatif,” kata dia.
Gubernur Bali I Made Mangku Pastika mengusulkan agar dana transfer daerah diserahkan kepada provinsi untuk pemerataan pembangunan, sekaligus menjaga kultur Bali sebagai keunggulan destinasi wisata.