IFES: Selisih Besar Jumlah Pemilih Penyandang Disabilitas

KPU dan Kemendagri diminta memberikan penjelasan terkait data difabel saat ini

Rabu , 06 Oct 2021, 12:01 WIB
Seorang penyandang disabilitas mengikuti simulasi pemungutan suara, saat sosialiasi Pemilihan Serentak 2020 di Padang, Sumatera Barat, Kamis (19/11/2020). Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumbar melakukan sosialisasi Pemilihan Serentak 2020 kepada kelompok disabilitas/ berkebutuhan khusus, terutama terkait teknis saat pemungutan suara di TPS.
Foto: ANTARA/Iggoy el Fitra
Seorang penyandang disabilitas mengikuti simulasi pemungutan suara, saat sosialiasi Pemilihan Serentak 2020 di Padang, Sumatera Barat, Kamis (19/11/2020). Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumbar melakukan sosialisasi Pemilihan Serentak 2020 kepada kelompok disabilitas/ berkebutuhan khusus, terutama terkait teknis saat pemungutan suara di TPS.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Perubahan cepat terus terjadi di berbagai bidang kehidupan, khususnya sosial politik. Seperti masalah pemilu, calon pemilih ataupun data terpadu kesejahteraan sosial. Berikut penjelasannya. 

1. International Foundation for Electoral System (IFES) Indonesia menyampaikan adanya perbedaan selisih yang besar antara perkiraan jumlah penduduk penyandang disabilitas dan jumlah pemilih penyandang disabilitas. Diprediksi penduduk difabel di Indonesia sekitar 23 juta orang dengan 60 persennya mempunyai hak pemilih, namun data pemilih penyandang disabilitas yang terdata di Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) hanya sekitar 3 juta pemilih, DPR perlu:

a. Mendorong KPU dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk memberikan penjelasan terkait data pemilih difabel yang dimiliki saat ini, untuk menjawab keraguan berbagai pihak mengenai kevalidan data pemilih disabilitas;

b. Mendorong KPU dan Kemendagri untuk memastikan data pemilih kelompok disabilitas benar-benar menjadi perhatian dan dilakukan pendataan secara menyeluruh, agar seluruh penyandang disabilitas yang memenuhi syarat sebagai pemilih dapat terjamin hak pilihnya pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024;

c. Mendorong Kemendagri dan KPU agar melibatkan penyandang disabilitas tidak hanya sebagai pemilih saja tetapi juga berperan untuk membantu proses penyelenggaraan Pemilu dan memastikan seluruh kegiatan penyelenggarakan Pemilu ramah penyandang disabilitas;

d. Mendorong masyarakat yang memiliki sanak keluarga berkebutuhan khusus agar aktif melaporkan kepada pemerintah setempat untuk didata sebagai pemilih pada Pemilu mendatang.

2. Perbaikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang dilakukan Kementerian Sosial (Kemensos) masih menemukan hambatan terutama dari tingkat pemerintah daerah (Pemda) yang belum berkomitmen penuh dalam melakukan verifikasi dan validasi data, DPR Perlu: 

a. Mendorong Pemerintah Pusat mengingatkan Pemerintah Daerah (Pemda) secara tegas terkait komitmen dan tanggung jawab dalam memperbarui data DTKS yang menjadi kewajiban dari Pemda secara rutin sesuai dengan UU Nomor 13 tahun 2011 tentang penanganan fakir miskin;

b. Mendorong Pemda untuk melakukan pengawasan secara ketat dalam upaya verifikasi dan validasi data yang dilakukan di tingkat kecamatan, kelurahan, dan terutama desa yang masih melakukan proses verifikasi dan validasi data secara musyawarah sehingga data yang diterima lebih akurat dan pembaruan data dapat berjalan secara efektif;

c. Mendorong Kementerian Sosial (Kemensos) melalui Dinas Sosial (Dinsos) untuk membuka layanan aduan masyarakat di setiap daerah sehingga masyarakat dapat langsung berpartisipasi dalam proses verifikasi dan validasi data secara tidak langsung melalui laporan yang dibuat bila terjadi perubahan status sosial maupun laporan terkait adanya orang lain yang tidak berhak menerima bantuan; 

d. Mendorong Kemensos melakukan pembaruan data dengan melakukan pencocokan DTKS dengan NIK KTP yang diampu Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) sebagai integrator data kependudukan secara rutin guna mempercepat proses pembaruan data dan pembenahan akurasi DTKS;

e. Mendorong Pemda untuk melakukan pengawasan secara ketat dalam kegiatan pemberian Bansos di tingkat kecamatan, kelurahan, atau desa dan menindak tegas pelanggaran yang menyebabkan pemberian bansos di lapangan tidak tersalurkan atau tidak tepat sasaran.

3. Kurang lebih sekitar tiga juta penduduk di tahun 2021 belum memiliki Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-El) dari total 198,6 juta penduduk yang wajib memiliki KTP, DPR perlu:

a. Mendorong Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) berkoordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) dan Pemerintah Daerah (Pemda) untuk mendata penduduk yang belum memiliki KTP-El, agar kemudian dapat dilakukan upaya jemput bola atau pengarahan kepada masyarakat tersebut untuk segera membuat KTP-El, mengingat KTP-El dapat mempermudah proses pelayanan publik kepada masyarakat, termasuk pemberian bantuan-bantuan dari Pemerintah di masa pandemi Covid-19, maupun untuk berpartisipasi dalam Pemilihan Umum (Pemilu);

b. Mendorong Disdukcapil dan Pemda memperbaiki dan meningkatkan pelayanan administrasi kependudukan agar cepat dan terintegrasi, serta memastikan kesiapan sistem administrasi kependudukan di wilayah masing-masing, sehingga tidak menghambat atau memperlama proses masyarakat yang ingin melakukan perekaman data untuk mengajukan pembuatan KTP-El;

c. Mendorong Kemendagri memetakan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh Disdukcapil dan Pemda dalam memberikan pelayanan pembuatan KTP-El, serta mengimplementasikan secara optimal peraturan-peraturan daerah yang mendukung pelayanan administrasi kependudukan;

d. Mendorong Kemendagri dan Disdukcapil berkomitmen memastikan nomor identitas masyarakat sudah terstandardisasi dan terintegrasi dalam pelayanan publik, serta berkomitmen untuk melindungi kerahasiaan nomor identitas masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

e. Mendorong Kemendagri agar mengarahkan masyarakat yang belum memiliki KTP-EL untuk segera melakukan perekaman data, karena ke depannya seluruh akses pelayanan publik dan berbagai bantuan sosial akan menggunakan satu data kependudukan.

4. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) resmi menambah fungsi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk wajib pajak orang pribadi dalam mewujudkan program satu data, DPR perlu:

a. Mengapresiasi dan mendukung program satu data yang direncanakan Pemerintah, sebagai upaya menambah efektivitas dan efisiensi pemungutan pajak orang pribadi khususnya menjangkau penunggak pajak serta mengoptimalkan potensi penerimaan pajak;

b. Mendorong Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kemenkeu bersama Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) berkoordinasi dalam sinkronisasi dan pemutakhiran sistem integrasi pendataan penduduk;

c. Mendorong Ditjen Pajak melakukan penguatan sistem dan teknologi, serta pengawasan ketat untuk memastikan keamanan data penduduk, khususnya wajib pajak (WP) untuk mencegah terjadinya potensi kebocoran data;

d. Mendorong Pemerintah melakukan sosialisasi masif terkait aturan ini, khususnya mengenai tata cara mendaftarkan NIK menjadi NPWP, sehingga masyarakat dapat dengan mudah mengikuti prosedur yang ditetapkan;

e. Mengimbau masyarakat untuk menjaga kerahasiaan data pribadi, khususnya NIK, sebab nantinya NIK akan menjadi single identity number yang akan digunakan penduduk untuk mengakses sejumlah pelayanan publik.