Komisi VI: Kenaikan Harga BBM Harus Realistis dengan Kemampuan Masyarakat

Indonesia sudah cukup baik menjaga laju inflasi di level yang terkendali saat ini

Ahad , 21 Aug 2022, 15:53 WIB
Tampak antrean sepeda motor di sebuah stasiun pompa bensin. Wakil Ketua Komisi VI DPR Sarmuji menanggapi rencana pemerintah yang ingin menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite. Menurutnya, kenaikan harga tersebut harus diukur berdasarkan kemampuan masyarakat.
Foto: DPR
Tampak antrean sepeda motor di sebuah stasiun pompa bensin. Wakil Ketua Komisi VI DPR Sarmuji menanggapi rencana pemerintah yang ingin menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite. Menurutnya, kenaikan harga tersebut harus diukur berdasarkan kemampuan masyarakat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi VI DPR Sarmuji menanggapi rencana pemerintah yang ingin menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite. Menurutnya, kenaikan harga tersebut harus diukur berdasarkan kemampuan masyarakat.

"Hal yang penting untuk diperhatikan adalah berapa harga yang realistis untuk bisa dijangkau masyarakat. Harus diukur benar kemampuan masyarakat dan dampaknya terhadap perekonomian utamanya terhadap daya beli," ujar Sarmuji saat dihubungi, Ahad (21/8/2022).

Baca Juga

Hal kedua yang harus diperhatikan pemerintah adalah dana hasil efisiensi harus dikembalikan ke rakyat. Terutama kepada mereka berpenghasilan rendah yang rentan terdampak dari kenaikan harga Pertalite.

"Pemerintah tidak punya banyak pilihan agar APBN bisa maksimal meningkatkan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Membengkaknya subsidi terjadi karena sulitnya menemukan instrumen pengendalian BBM bersubsidi yang diakibatkan selisih harga yang terlalu besar antara harga keekonomian dan harga subsidi," ujar Sarmuji.

Sinyal mengenai rencana kenaikan harga BBM Pertalite semakin jelas. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, kemungkinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mengumumkan kenaikan harga Pertalite pekan depan.

Menurut Luhut dalam acara Kuliah Umum di Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, yang dipantau secara daring, Jumat (19/8/2022), Presiden Jokowi telah mengindikasikan pemerintah tidak bisa terus mempertahankan harga solar dan Pertalite di harga saat ini.

Luhut mengakui Indonesia sudah cukup baik menjaga laju inflasi di level yang terkendali saat ini. Inflasi Indonesia pada Juli 2022 tercatat sebesar 4,94 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Inflasi Indonesia masih lebih rendah dari sejumlah negara lain seperti Amerika Serikat yang mencapai 8,5 persen, Uni Eropa sebesar 8,9 persen, bahkan Turki sudah mencapai 79,6 persen.

Namun, capaian inflasi ini melebihi dari batas atas sasaran tiga persen plus minus satu persen. Luhut pun telah meminta timnya untuk membuat modeling kenaikan inflasi. Menurut dia, meski saat ini masih tergolong terkendali, laju inflasi akan sangat bergantung pada kenaikan solar dan Pertalite yang masih disubsidi pemerintah."Karena bagaimanapun, tidak bisa kita pertahankan demikian. Jadi tadi, mengurangi pressure (tekanan) ke kita karena harga crude oil (minyak mentah) naik, itu kita harus siap-siap," katanya.