REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA--Anggota PP Muhammadiyah terpilih Haedar Nashir, mengatakan, pasca Muktamar Muhammadiyah di Yogyakarta, Muhammadiyah termasuk PP memiliki kewajiban untuk membangun kesadaran nasional untuk mereformasi UU Pokok Agraria. Hal itu penting karena saat ini hampir di seluruh Indonesia tengah menggejala adanya radikalisme kepemilikan tanah yang cenderung lebih individualistis.
"Banyak pihak dan orang yang memiliki tanah di mana-mana sementara ada yang tidak bisa memiliki sama sekali. Itu bentuk kapitalisme," ujar Haedar usai rapat pleno komisi Muktamar Muhammadiyah di UMY, Rabu (7/7).
Sebagai amanat dari Muktamar sendiri, ke depan Muhammadiyah melalui majelis wakaf akan melakukan pendataan dan advokasi terkait kepemilikan tanah di Indonesia. Karena kepemilikan tanah di Indonesia semakin timpang. Penguasaan tanah di Indonesia tidak dibatasi.
Selain melalui badan wakaf, kebijakan itu juga harus didukung dengan adanya Komisi khusus untuk melakukan reformasi UU agraria tersebut. ''Komisi inilah yang kemudian melakukan kajian dan menelaah kembali terkait UU Agraria di Indonesia,'' jelas Haedar.
Selain masalah tanah, Muktamar Muhammadiyah di Yogyakarta juga merekomendasikan agar, PP Muhammadiyah termasuk Ketua Umum periode 2010-2015 untuk netral dalam politik. Amanat muktamar tersebut tertuang dalam rekomendasi Komisi A yaitu Komisi Organisasi dan Umum yang dibacakan dalam sidang pleno komisi di Muktamar Muhammadiyah di UMY.
Menurut rekomendasi bidang organisasi, PP Muhammadiyah selama ini kurang bijak dalam memberikan analisis terhadap perpolitikan di Indonesia. Karena itu ke depan PP Muhammadiyah diharapkan netral dalam politik. Komisi Organisasi juga mengeluarkan rekomendasi agar ada sensus warga Muhammadiyah, sehingga data warga Muhammadiyah lebih up to date.