Kamis 06 Feb 2020 08:11 WIB

MUI Wacanakan Bentuk Badan Filantropi

Filantropi tidak hanya terkait dengan harta benda.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ani Nursalikah
MUI Wacanakan Bentuk Badan Filantropi. Wakil Ketua Steering Committee (KUII) ke-7 Noor Ahmad.
Foto: Republika/Muhyiddin
MUI Wacanakan Bentuk Badan Filantropi. Wakil Ketua Steering Committee (KUII) ke-7 Noor Ahmad.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mewacanakan pembentukan semacam badan filantropi yang dikhusus ditangani MUI. Wacana ini mencuat seusai uji sahih oleh para pakar terhadap beragam bidang yang kemudian hasil ini akan dibawa ke agenda besar, yakni Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) ke-7 di akhir Februari ini.

"Pada hari ini kita menyelesaikan uji sahih terkait dengan filantropi. Tadi cukup menarik. Selama ini kedermawanan umat Islam belum dikelola dengan baik, sekaligus juga belum ditashorrufkan dengan baik dan juga belum dikembangkan dengan baik," ujar Wakil Ketua Steering Committee KUII ke-7, Noor Ahmad, di kantor MUI, Jakarta, Rabu (5/2).

Baca Juga

"Karena itu, diusulkan ke depan ada lembaga filantropi khusus yang ditangani oleh MUI, yang nanti mendunia, tidak hanya di Indonesia saja, tapi seluruh dunia tahu bagaimana umat Islam Indonesia melakukan urusan terkait dengan filantropi. Kita cukup kritis dan objektif menilai bagaimana filantropi dikembangkan, bagaimana ditashorrufkan, dan bagaimana filantropi bisa berkiprah di dunia internasional," katanya.

Noor menuturkan, pengelolaan filantropi Islam adalah pengelolaan yang terkait dengan antara hubungan dengan Allah dan manusia. "Ini yang menjadi ciri khas dibandingkan dengan filantropi agama-agama yang lain," katanya.

Noor mengatakan selama ini belum ada kelembagaan yang betul-betul maksimal. "Misalnya saja, dari mustahik menjadi muzakki, orang-orang fakir miskin kita tangani dengan sebaik-baiknya. Misalnya juga ketika sedang ada bencana, kita ramai-ramai tanggap darurat, setelahnya tidak," ujarnya.

Filantropi, kata Noor, tidak hanya terkait dengan harta benda, tetapi sekaligus juga dengan pemikiran, dan tindakan yang betul-betul membantu terkait kedermawanan. "Misalnya trauma healing (pemulihan trauma), menjadi penting bagian dari filantropi kita, karena trauma healing yang seperti apakah yang diinginkan oleh umat Islam dan sejauh mana bantuan pakar Islam untuk melakukan trauma healing," ucapnya.

"Tadi juga dibicarakan kita sebenarnya banyak sekali lembaga-lembaga filantropi yang ada di Indonesia. LAZ (lembaga amil zakat) saja ada itu ada 400 lebih di Indonesia, di samping Baznas, sebenarnya ada lebih dari itu. Jadi bagaimana nanti kita bisa menjadikan LAZ di seluruh Indonesia efektif," ujarnya.

Baznas misalnya, apakah harus juga melakukan operasi atau cukup sebagai regulator saja. "Selama ini Baznas juga regulator juga operator. Diusulkan, seharusnya Baznas menjadi regulator,  yang operator biar LAZ," ujarnya.

Noor mengakui, kekuatan filantropi Islam di Indonesia sebenarnya terbesar di dunia. Hanya saja belum ditampilkan di dunia internasional, maka seakan-akan kalah dengan yang lain. Padahal lembaga filantropi di Indonesia lebih banyak daripada dari negara-negara lain, dan faktanya memang demikian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement