Kamis 15 Sep 2022 20:22 WIB

RI Surplus Dagang Dua Tahun Lebih, Pemerintah Diminta Perbanyak Bantuan ke Masyarakat

BLT BBM dinilai tidak cukup karena kenaikan harga BBM memberikan dampak ganda.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Suasana aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta (ilustrasi). Neraca perdagangan barang Indonesia berhasil mencatatkan surplus selama 28 bulan berturut-turut lantaran kinerja ekspor melampui impor. Pada Agustus 2022, surplus bahkan menjadi yang terbesar sepanjang sejarah, tembus 5,76 miliar dolar AS.
Foto: ANTARA/Aprillio Akbar
Suasana aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta (ilustrasi). Neraca perdagangan barang Indonesia berhasil mencatatkan surplus selama 28 bulan berturut-turut lantaran kinerja ekspor melampui impor. Pada Agustus 2022, surplus bahkan menjadi yang terbesar sepanjang sejarah, tembus 5,76 miliar dolar AS.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Neraca perdagangan barang Indonesia berhasil mencatatkan surplus selama 28 bulan berturut-turut lantaran kinerja ekspor melampui impor. Pada Agustus 2022, surplus bahkan menjadi yang terbesar sepanjang sejarah, tembus 5,76 miliar dolar AS.

Ekonom dari Institute For Demographic and Poverty Studies (Ideas), Askar Muhammad, menuturkan, surplus dagang secara umum tidak akan berdampak langsung pada masyarakat. Sebab, capaian surplus saat ini lebih didorong oleh ekspor komoditas mentah yang merupakan industri padat modal.

Baca Juga

Daya sebar dari adanya surplus dagang pun tidak besar karena akan cenderung berputar pada sektor industri yang berperan dalam surplus dagang. "Misal kita bicara minyak sawit, ketika surplus dagang dampak positifnya ya ke daerah penghasil sawit yang punya keterkaitan kuat," kata Askar kepada Republika.co.id, Kamis (15/9/2022).

Namun, Askar menekankan, capaian surplus dagang tentunya memberikan pendapatan kepada pemerintah melalui bea keluar yang ikut meningkat. Manfaat dari perolehan pendapatan dari kinerja perdagangan semestinya dapat dikembalikan kepada masyarakat. 

"Jadi seharusnya, masyarakat bisa dibantu lebih banyak melalui bantuan sosial. Pendapatan dari surplus dagang bisa dialokasikan lebih banyak untuk bantuan," katanya menambahkan.

Di tengah risiko kenaikan inflasi dalam negeri akibat pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), masyarakat seharusnya mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah.

Sejauh ini, pemerintah setidaknya telah menyiapkan bantuan langsung tunai (BLT) BBM sebesar Rp 600 ribu kepada keluarga kurang mampu. Namun, Askar mengatakan, bantuan itu tidak cukup karena kenaikan harga BBM memberikan dampak ganda.

Naiknya harga bahan bakar itu sendiri serta kenaikan barang-barang yang menggunakan BBM sebagai penunjang produksi. "Ideas masih mengkaji berapa besaran bantuan yang sesuai untuk saat ini, akan kita publikasikan," ujarnya.

Askar pun mengingatkan, laju inflasi hingga akhir 2022 kemungkinan bisa mencapai level 6 peren-7 persen. Di mana sekitar 1 persen hingga 1,2 persen bersumber dari harga BBM.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement