REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON - Riuh pasar Kanoman menyambut kedatangan rombongan 'Melancong Bareng Abah Alwi' sebelum mendatangi Keraton Kanoman. Suasana ramai itu selanjutnya mendadak hilang perlahan saat rombongan memasuki halaman Keraton.
Kondisi tembok keraton pun sudah terlihat menua dan kusam. Cat tembok yang menempel perlahan terkelupas. Rumput ilalang tumbuh tak beraturan.
Itu hanya sebagian gambaran dari Keraton Kanoman yang ada di Kota Cirebon. Kondisi kurang baik ini diperparah dengan lokasi yang berada di balik keramaian Pasar Kanoman. Untuk menuju ke keraton, baik mobil maupun becak harus menerobos kerumunan para pedagang.
"Keberadaan pasar sudah ada sejak zaman belanda. Tujuannya untuk menutupi eksistensi keraton. Setelah bergabung dengan Indonesia, eksistensi Keraton kian terpinggirkan, yaitu tadi pasar yang ada justru diperluas," ungkap Pangeran Kumisi saat menjelaskan riwayat keraton Kanoman kepada rombongan 'Melancong Bareng Abah Alwi', Ahad (11/12).
Pangeran menjelaskan Kesultanan Kanoman diresmikan tahun 1677 oleh Pangeran Badriddin Kartawijaya. Beliau adalah anak dari Sultan Banten, Ageng Tirtayasa.
Di antara keraton-keraton lain yang ada di Cirebon, seperti Keraton Kasepuhan dan Keraton Kacirebonan, Keraton Kanoman merupakan tongkat estafet Sunan Gunung Jati dalam membangun peradaban Cirebon. "Keraton ini dikenal lebih taat dan konservatif dalam memegang adat istiadat dan pepakem," kata dia.