Wajah Heppy Trenggono pucat pasi melihat beberapa lelaki berbadan tegap hilir mudik di kantor PT Balimuda Persada. Silih berganti mereka mengecek lokasi kerja Heppy di bilangan Mampang, Jakarta Selatan.
Tujuan mereka satu, menagih utang perusahaan berupa alat berat senilai Rp 62 miliar. “Itu kejadian sekitar tahun 2005. Jumlah utang saya melebihi aset perusahaan,“ kenang lelaki kelahiran Batang, Jawa Tengah, ini.
Kondisinya kini berbalik 360 derajat. Bos Grup Balimuda itu sudah mampu menggawangi 12 anak perusahaan serta menafkahi sekitar 3.000 pegawai. Heppy pun kini dikenal piawai dalam memberikan advice kepada pengusaha yang sedang terpuruk untuk bangkit kembali.
“Kegagalan saya saat itu, berawal dari ambisi ingin kelihatan sukses,“ kata Heppy yang sudah mengenal bisnis berupa jualan permen sejak SD. Untuk mencapai mimpinya, pria kelahiran 20 April 1967 ini nekat melakukan sesuatu di luar kemampuan, dengan jalan ekspansi besarbesaran tanpa kalkulasi bisnis dan prospek yang matang.
Semula, Balimuda yang bergerak dalam bidang land clearing untuk kelapa sawit itu adalah bisnis sambilan ketika Heppy menjadi direktur Teknik Lativi. Tapi, ketika Heppy mengambil pilihan untuk makin membesarkan usahanya maka keluarlah dia dari Lativi. Jenis usaha pembersihan lahan itu mengunakan banyak peralatan berat. Pengalaman bekerja di United Tractor, perusahaan yang bergerak dalam penjualan alat berat, sangat berarti. Pembukaan lahan itu dimulai ketika menjadi subkontraktor dari perusahaan Malaysia. Usaha itu rupanya berkembang pesat sehingga Balimuda bukan lagi subkontraktor melainkan sudah kontraktor.
Proyek besar sebagai kontraktor yang digarap adalah proyek dari Gudang Garam yang ingin membuka lahan di Kalimantan Timur pada akhir 2002. Proyek itu didapat dengan susah payah. Intuisi bisnis diawali dengan penciuman bisnis yang tepat, Heppy melakukan jemput bola dengan mendatangi kantor Gudang Garam dari pagi hingga sore. Dan itu berhasil.
Bisnis kian berkembang, kebutuhan dana makin besar. Saat itu yang dilakukan Heppy adalah memutar uang dari berbagai kreditor. Dari bank, misalnya, dia mendapat pinjaman 80 persen dari nilai proyek. Kemudian, untuk pengadaan alat berat dia mencicil dari United Tractor, bahkan uang muka pun dia minta diangsur selama 12 bulan. “Di situlah agaknya awal kehancuran bisnis saya,“ katanya.
Ia mengakui, betul-betul terlena dengan pinjaman usaha dan tak mampu mengontrol diri. Ekspansinya kebablasan dengan menambah banyak alat berat, sehingga dia tidak mampu membayar utang. Bahkan, akhirnya semua hartanya terkuras habis.
Karyawan sebanyak 400 orang pun membubarkan diri sebelum dilakukan pemecatan. “Mereka (karyawan) pergi membawa aset perusahaan yang ada,“ ucap anak ketiga dari delapan bersaudara ini. Dia mengaku tidak bisa berbuat apa-apa lantaran tak mampu menggaji pegawainya. Yang bisa dia lakukan saat itu cuma memohon perpanjangan tempo pembayaran utang kepada para kreditur.
“Saya mulai sadar bahwa nafsu untuk kelihatan sukses justru akan membuat diri sendiri terpuruk,“ ungkap ayah empat anak ini. Kesadaran itu menimbulkan semangat untuk bangkit. Langkah pertama adalah mengubah haluan bisnis. Heppy tak lagi sebagai kontraktor, tapi menjadi broker bagi perusahaan yang akan terjun ke bisnis kelapa sawit. Dia merasa pekerjaan inilah yang paling memungkinkan dan risikonya kecil.
Beberapa lama kemudian, Heppy tak hanya jadi broker tapi sedikit demi sedikit juga mulai memiliki lahan kelapa sawit. Dan berkat keuletannya, kebun itu semakin besar. Bersamaan dengan itu utang yang segunung pun kemudian lunas dalam waktu tiga tahun.
Kini, bersama mitra bisnisnya, Heppy sudah memiliki 80 ribu hektare lahan kelapa sawit di beberapa daerah di Kalimantan Timur dan Sumatra. Tidak tanggungtanggung, total investasinya sekitar Rp 4 triliun.
Sukses di kelapa sawit, Balimuda merambah produk konsumer. Bisnis baru ini dipayungi Heppyfoods yang membawahkan PT Balimuda Food dan PT Industri Pangan Indonesia yang didirikan tahun 2006. Meski belum setenar perusahaan produk konsumer besar, produk Heppyfoods yang pabriknya berada di BSD City Tangerang mampu menyeruak di pasaran. Salah satu produknya adalah bubur instan berbahan kentang dengan merek Potayo.
Heppy mempekerjakan ribuan karyawan dengan sistem kekeluargaan. Ia cenderung ingin membangun karakter karyawan ketimbang menerapkan target yang muluk-muluk. Yang bisa menyulut kemarahan Heppy justru ketika karyawan tidak bisa menerapkan falsafah `inspiring and giving the world'. Perwujudannya membekas dari karakter karya-wannya yang berintegritas tinggi.
Gaya kepemimpinan Heppy adalah keteladanan. Ia ingin menunjukkan bagaimana hidup secara benar kepada bawahan. Misalnya, soal ke jujuran, dia selalu terbuka soal pengeluaran perusahaan. Ini dimaksudkan agar karyawan tidak berlaku culas ketika diberi tanggung jawab.
Kerajaan bisnis yang dibangunnya bukan hanya menimbun materi. Heppy juga ingin menginspirasi orang lain. Secara berkala dia melibatkan masyarakat sekitar kantornya untuk beraktivitas. Caranya dengan setiap hari memberikan sarapan kepada ratusan kaum dhuafa di sekitar rumahnya di Jl Mampang Prapatan X. “Kita jangan sejahtera sendirian, tapi juga lingkungan sekitar,“ ujar Heppy.
Nilai moral yang diajarkan Heppy dan sangat melekat di hati karyawan adalah tradisi untuk menyisihkan 10 persen penghasilan buat kegiatan amal. Heppy juga piawai memilih karyawan untuk menduduki posisi tertentu. Baginya, orang pintar itu banyak. Tapi orang yang mau dididik itu sedikit.
Seiring dengan semangat menginspirasi, Heppy juga membentuk komunitas Indonesian Islamic Business Forum. Ini merupakan komunitas yang beranggotakan pengusaha dan calon pengusaha. Tak sedikit anggota IIBF yang punya pengalaman seperti Heppy, yakni bangkrut karena ketidakhati-hatian. Di sinilah Heppy berperan membangkitkan moral mereka.
Belakangan, Heppy juga menggagas lahirnya gerakan Beli Indonesia yang dicetuskan pada 27 Februari 2011 bersama 504 pengusaha dari 42 kota di Indonesia. Beli Indonesia adalah gerakan membangun karakter bangsa yang membela bangsa sendiri, yaitu sikap untuk membeli produk bukan dengan alasan lebih baik atau lebih murah, tetapi karena milik bangsa sendiri.
Heppy prihatin pada kondisi perekonomian Indonesia yang justru banyak dijajah produk asing. “Indonesia seperti yang dikatakan Presiden Soekarno pada tahun 1930, akan bertumbuh menjadi bangsa besar. Hanya kita kurang menyadari bahwa kita telah menyerahkan hampir seluruh hidup kita ke pihak asing.'' indah wulandari ed: anif punto utomo