REPUBLIKA.CO.ID, Sumatra dan Sulawesi. Pesona kedua pulau nusantara ini diabadikan oleh desainer Stephanus Hamy dalam rangkaian koleksi terbarunya. Hamy bermain-main dengan imajinasinya ketika mengabadikan batik Minang dan beberapa tenun Sulawesi yang belum banyak diangkat desainer lain.
Dengan mempertahankan garis rancang ciri khasnya yang konsisten menggunakan unsur etnik dalam desain yang modern, simpel, serta mudah dipadupadankan, desainer yang mulai berkarier sejak 1983 itu menyulap batik Minang dan tenun Sulawesi menjadi karya yang menawan.
Untuk koleksi yang terinspirasi dari Sumatra, Hamy sebenarnya sudah mengenal batik Minang sejak awal 2014. Keindahan yang unik dari batik tersebut menginspirasinya untuk mengembangkan lebih jauh kain khas yang diproduksi di Solok, Sumatra Barat. Batik Minang memiliki ciri khas warna-warna yang cerah dengan motif rumah gadang yang menghiasi tiap helai kain.
Hamy menampilkan 20 set koleksi yang semuanya menggunakan material dasar batik Minang karena ingin mengenalkan batik ini. Dengan desain simpel, Hamy menyuguhkan busana yang tidak banyak mengusung permainan siluet yang membentuk tubuh. Tiap potong busana sangat mudah dikenakan. Motif unik rumah gadang berpadu apik dengan motif floral dan geometris ditranslasikan ke dalam variasi busana yang cocok dikenakan untuk beragam waktu dan kesempatan.
Ia menghadirkan koleksi berupa gaun-gaun berpotongan longgar, blus, celana kulot, jaket, coat, rok lipit, tunik panjang, hingga rok plisit midy. Dalam beberapa pasang koleksi, ia memadukan batik Minang bersama bahan sifon yang mengembang serta berlipit dan sifon crepes. Hamy juga menambahkan detail renda berpayet serupa hiasan kalung besar yang menawan pada beberapa pasang busana yang juga akan menyempurnakan keseluruhan tampilan koleksi sekuen Sumatra.
Sedangkan untuk koleksi Sulawesi, Hamy mengeksplorasi tenun Sulawesi dari tiga provinsi di Sulawesi, yakni tenun tolaki, tenun mekongga, serta tenun buton yang berasal dari Sulawesi Tenggara. Kain-kain indah itu diracik bersama tenun walida (lipa sabbe) dari Sulawesi Selatan dan tenun donggala dari Sulawesi Tengah. Untuk koleksi ini, ia juga membuat 20 set busana dengan garus rancang feminin.
Ia meramu tiap potong busana dengan nuansa elegan yang unik berkat ide kreatif sang desainer yang turut mengawinkan dua motif tenun berbeda dengan menggunakan teknik patch yang simpel namun efektif. Misalnya, dalam satu busana bermaterial utama tenun donggala yang bermotif kotak-kotak dikombinasikan dengan motif tenun tolaki sebagai bingkai yang menawan. Selain itu, ada gaun cantik yang merupakan hasil kombinasi tenun buton dan tenun tolaki.