REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berburu buku bekas dengan beragam jenis buku, dapat dengan mudah kita dapatkan di pusat perdagangan Blok M, Jakarta Selatan. Harga yang ditawarkan pun relatif murah. Demikian pantauan Republika (Kamis, 15/5).
Buku menjadi salah satu kebutuhan banyak orang, terutama kalangan pelajar dan para kolektor buku. Namun, tidak semua orang mampu membeli dan mengoleksi buku. Apalagi buku berharga mahal.
Di Blok M Mall dan Square, dapat kita jumpai pedagang buku bekas. Selain buku bekas, terdapat buku baru yang dijual dengan harga yang lebih murah. Namun, harga yang ditawarkan pedagang masih dapat kita tawar sesuai kesepakatan.
Salah satu kios buku-buku bekas, dapat kita jumpai di Blok M Mall yang sejajar dengan terminal Blok M. Penumpang yang turun dari angkutan umum, dapat dengan mudah menjangkau kios buku milik Yanto.
Caruban, begitu nama yang terpampang di papan kios. Nama ini diambil dari nama kampung halaman pemilik, yaitu daerah Caruban di Madiun, Jawa Timur.
Sejak 1990-an, Yanto sudah menjajakan buku bekas di kawasan Blok M. Berawal dari tukang koran, Yanto kemudian memulai usaha berjualan buku-buku bekas.
Saat itu, ia berjualan di depan PD Pasar Blok M. Hingga kemudian pasar ini mengalami kebakaran, pada tahun 2005 Yanto memindahkan kiosnya ke Blok M Mall.
Beragam jenis buku bekas dijual, dari mulai komik, novel, buku pelajaran, kamus, ensiklopedi hingga al Qur'an. Harganya pun beragam, sesuai jenis buku.
Buku komik ia jual seharga lima ribu rupiah, dan novel seharga lima hingga 60 ribu rupiah. Sementara itu, buku-buku bercetak tebal dihargai sekitar 30-40 ribu rupiah. Buku yang dihargakan mahal, biasanya buku bekas dengan terbitan terbaru.
Paling mahal, seperti buku ensiklopedia, ia jual dengan kisaran harga 80 ribu rupiah. Ada pula Alqur'an yang masih dalam bentuk baru, ia hargai sekitar Rp 135ribu.
Di kios miliknya, Yanto mempekerjakan tiga pegawai. Salah seorang pegawainya, Agus Setiawan, menuturkan sudah sekitar 10 tahun ia bekerja di sana. Ia melayani pembeli setiap harinya. Karena Yanto, pemilik kios hanya sesekali datang berkunjung.
Agus menuturkan, pembeli yang datang beragam. Dari mulai pelajar, pekerja kantoran dan orang yang lalu lalang di terminal.
Dalam sehari, jumlah pembeli juga tidak menentu. "Kadang sepi pembeli, kadang ramai," tutur pria yang sejak 2004 bekerja di Kios Caruban ini.
Jika sepi, dalam sehari pendapatan bisa diperoleh sekitar 300ribu rupiah. Namun jika sedang ramai pembeli, sekitar 1,5juta rupiah bisa ia peroleh.
Rata-rata kebanyakan pembeli memburu komik dan novel di kios Caruban. Namun, adapula yang mencari buku pelajaran atau pun buku umum lainnya.
Dalam seminggu, terkadang buku bekas datang ke kios sebanyak empat kali. Sementara menurut Agus, akhir-akhir ini pembeli tidak begitu ramai. Buku akhirnya menumpuk di kiosnya, sementara buku yang terjual tidak banyak.
Buku-buku yang dijual di kiosnya, didapatkan dari rekan-rekannya sesama pencari dan penjual buku. Adapula buku yang didapatkan dari pelanggan, yang biasa membeli buku bekas di kiosnya.
Selain di kios Caruban, buku-buku bekas juga bisa diperoleh di lantai Basement Blok M Square. Rata-rata pedagang buku bekas dan baru di sini, adalah pindahan pedagang Kwitang yang digusur pada 2008 lalu.
Salah seorang pedagang buku bekas, Arif Anwar, sudah sejak 2009 berjualan di sana. Setelah Kwitang digusur, pada 2008 ia pindah ke Thamrin City. Karena sepi pembeli, ia kemudian pindah ke Blok M.
Lapak buku bekasnya tepat di bawah tangga eskalator, ia namai toko buku 'AMAZ'. Nama itu diambil dari ketiga nama anaknya, Ami, Mutia, dan Azra.
Beragam jenis buku ia jual, seperti jenis buku perkuliahan, komik, dan novel. Sementara itu, pembeli yang datang pada umumnya mahasiswa, kolektor dan umum.
Harga buku bekas beragam. Paling murah, buku dihargakan Rp 10ribu. Sedangkan yang paling mahal, bisa mencapai Rp 300ribu.
"Sejenis buku biography dengan cetakan tebal terbitan tahun 2000an, dihargakan Rp 250ribu," tutur pria yang tinggal di Matraman, Jakarta Pusat ini.
Harga yang ditawarkan masih bisa ditawar. Terkadang, pembeli bisa mendapatkan tiga buku seharga Rp 10ribu. Biasanya, buku dijual murah karena peminatnya kurang.
Menurut Arif, pendapatannya sampai saat ini belum cukup untuk menyimpan tabungan lebih. Menurutnya, omset saat ia berjualan di Kwitang lebih menguntungkan.
Saat di Kwitang, pendapatan ia peroleh besar, sementara pengeluaran kecil. Di sana ia cukup membayar biaya keamanan dan kebersihan.
Sementara di Blok M, pendapatan cukup banyak, sedangkan pengeluaran juga besar. Jika sedang ramai, dalam sehari ia bisa memperoleh pendapatan sekitar 1,5 juta rupiah. Sementara untuk biaya cicilan lapak, Arif harus mengeluarkan senilai Rp 1.250juta per bulan.
"Alhamdulillah masih bisa bertahan sampai sekarang, walaupun pendapatan pas-pasan," tuturnya.
Arif menuturkan terpaksa pindah ke Blok M, karena pedagang di Kwitang digusur. Meskipun begitu, ia merasa di sini lebih nyaman. "Ga kepanasan, ga kehujanan, ya walaupun pengeluaran juga lebih besar," tuturnya.