REPUBLIKA.CO.ID, Kehamilan pada usia remaja kian banyak ditemukan akhir-akhir ini, termasuk di Indonesia, padahal kehamilan tersebut sangat berisiko. Remaja yang hamil cenderung melahirkan prematur dan memiliki bayi kecil ketimbang wanita di usia 20-an, demikian menurut tim riset Irlandia.
Remaja berusia 14 dan 17 tahun yang hamil juga ditemukan kerap memiliki anak kedua berjarak sangat dekat dengan bayi pertama. Riset itu dilakukan terhadap lebih dari 50 ribu wanita di Inggris dan dipublikasikan di BMC Pregnancy and Childbirth, pekan ini.
Studi terutama menyoroti pentingnya cek medis kehamilan secara rutin. Namun, tim juga mengatakan penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk menemukan mengapa kehamilan di usia remaja lebih berisiko. Studi tersebut memasukan responden wanita dengan rentang usia 14 dan 29 tahun yang melahirkan di Inggris barat laut selama periode dua tahun.
Ada 3.600 responden dalam penelitian yang berusia antara 14 dan 17 tahun, demikiang ungkap periset. Lebih dari sepertiga mereka berasal dari kawasan sosial marjinal.
Studi juga menemukan para ibu remaja juga cenderung memiliki berat badan dibawah normal. Sekitar 21 % dari mereka yang berusia 17 tahun cenderung melahirkan bayi prematur dalam kehamilan pertama. Kemudian 93 persen dari mereka cenderung memiliki bayi kedua dengan jarak sangat dekat dari bayi pertama.
Ada pula kaitan antara ibu remaja dengan bayi berbobot kurang dari normal. Menurut Ali Khashan, doktor dari Universitas College Cork, Republik Irlandia, risiko kelahiran prematur pada kehamilan ibu remaja kemungkinan berhubungan dengan "ketidakmatangan secara biologis".
"Sehingga sangat mungkin kondisi itu meningkatkan risiko hasil kehamilan yang tidak sehat dalam kehamilan kedua. Sering kali itu berhubungan dengan bermacam faktor rumit seperti kondisi marginal dan minimnya perhatian medis serta konsultasi ke dokter," papar Ali.
Sementara, guru besar ginekolog dan konsultan obstetri, Louise Kenny, dari Corok University Maternity Hospital, masalah yang dihadapi ibu remaja karena mereka cenderung menggampangkan layanan kesehatan terhadap kehamilan daripada ibu yang berusia lebih tua dan kerap tak melakukan cek rutin.
"Tapi tidak jelas mengapa risiko menjadi lebih besar bagi ibu remaja yang memiliki anak kedua," ujarnya. "bisa jadi faktor risiko praeksisting meningkat akibat tuntutan fisik dan psikososial kehamilan kedua selama tahun remaja, namun sekali lagi riset lebih jauh diperlukan.
Sementara, guru besar sekaligus jurubicara Bidang Obstetri dan Ginekologi, Steva Thornton, dari Royal College, mengatakan ia mencurigai kerumitan latar belakang sosial dan alasan perilaku menjadi faktor utama penemuan. "Ada pesan jelas, bahwa lebih penting dan mendesak bagi ibu remaja hamil untuk lebih meningkatkan perhatian dan melakukan cek bila ada masalah dalam kehamilan.