Rabu 28 Jul 2010 01:30 WIB

Ibu, Jangan Ragu Ekspresikan Sayang Agar Jiwa Anak Tumbuh Kuat

Rep: Ina Febriani/bbc health/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Ekspresi kasih sayang dalam pelukan, ciuman dan tanggapan atas emosi anak berpengaruh pada perkembangan jiwa hingga dewasa (Ilustrasi)
Foto: CORBIS
Ekspresi kasih sayang dalam pelukan, ciuman dan tanggapan atas emosi anak berpengaruh pada perkembangan jiwa hingga dewasa (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  NEW YORK--"Kasih ibu kepada beta tak terkira sepanjang masa", masih ingat penggalan lirik lagu Kasih Ibu? Kalimat itu tak main-main dan studi membuktikan bahwa kasih ibu mampu bertahan menjadi kekuatan dan membentuk rasa percaya diri yang tinggi pada anak hingga dewasa nanti.

Bersyukur dan berbahagialah jika orang tua Anda sangat menyayangi Anda. Beberapa peneliti di New York meneliti bahwa tindakan ekspresif, seperti pelukan, ciuman dan pengutaraan kasih sayang dapat memupuk ketahanan emosional. Tak hanya itu, anak pun dapat berkembang dengan sehat dan lebih percaya diri.

Namun, para ahli menekankan ibu juga penting untuk mengetahui kapan harus menyesuaikan diri dalam memanjakan anak. Ekspresi kasih sayang itu penting, namun di sisi lain, sesuaikan dengan umur anak.  Pasalnya, semakin dewasa usia anak, semakin malu jika ia mendapatkan tindakan ekspresif yang berlebihan apalagi di tempat umum. Anak yang terlalu dimanja di depan umum bakal merasa malu jika sang ibu terlihat memanjanya.

Dr Joanna Maselko, salah satu anggota periset berpendapat tingkat tinggi kasih sayang keibuan cenderung untuk memberikan rasa aman dan nyaman. Kasih sayang tidak hanya menurunkan stres tetapi juga dapat membantu anak untuk mengembangkan kehidupan yang efektif secara sekaligus keterampilan yang akan membuat mereka lebih mandiri.

Studi lain tentang hasil interaksi ibu dan anak, memaparkan kualitas interaksi antara ibu dan anak-anak mereka sangat menentukan. Kualitas itu dinilai dari seberapa baik ibu menanggapi anaknya dalam hal emosi dan kebutuhan serta memberinya nilai "kasih sayang" berdasarkan kehangatan interaksi.

Tiga puluh tahun berselang setelah mendata sejumlah anak-anak, para peneliti kembali mewawancara mereka yang telah tumbuh dewasa dan meminta mereka untuk mengambil bagian dalam survei tentang kesejahteraan fisik dan emosi. Responden itu juga ditanya apakah mereka menganggap ibu mereka telah memberikan kasih sayang maksimal terhadap mereka, dengan tanggapan mulai dari "sangat setuju" hingga "sangat tidak setuju".

Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang ibunya memberikan mereka banyak kasih sayang, mampu menangani semua jenis marabahaya dengan lebih baik. Hasil lebih detail mengungkap anak-anak dari ibu yang hangat, mampu mengatasi kecemasan jauh lebih baik ketimbang mereka yang mengaku memiliki ibu tak responsif dalam menanggapi keluhan.

Maselko juga tercengang melihat kenyataan bahwa perilaku ibu yang menyayangi anaknya akan berdampak baik bagi psikologis si anak. ''Ini mengejutkan bahwa pengamatan singkat tingkat kehangatan ibu di masa kanak-kanak dikaitkan dengan stress dalam keturunan dewasa 30 tahun kemudian.'' tutur Maselko.

Maselko menyatakan temuan itu menjadi bukti bahwa kasih sayang membantu anak menyusun tahapan hidup dengan lebih baik hingga kedepan.  Namun, ia menambahkan, pengaruh faktor lain seperti kepribadian, pendidikan dan sekolah, tidak bisa dikesampingkan.

Sementara, Dr Terri Apter seorang psikolog, penulis dan guru senior di Newnham College, Cambridge, yang mempelajari dampak dari hubungan ibu-anak berkata "Apa yang Anda inginkan adalah respon serta kasih sayang - seorang ibu yang selaras dengan bayinya."

"Bayi baru lahir tidak tahu bagaimana mengatur emosi mereka. Mereka belajar, kemudian menjadi tertekan dan butuh ditenangkan. ujarnya.

Apter menambahkan bahwa seorang ibu yang responsif akan mengetahui betul apakah kebutuhan anaknya telah tercukupi atau belum.  Apter juga memberikan gambaran hal-hal kecil, misalnya memberikan bedak tabur ke anak. ''Seorang ibu responsif akan tahu, tidak hanya ketika memberikan bedak, tetapi juga kapan harus berhenti.'' imbuhnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement