REPUBLIKA.CO.ID, RABAT--Para ahli kedokteran, tokoh agama, pakar hukum, dan politisi, bertemu di Rabath, Maroko, Jumat (28/5) waktu setempat. Mereka berdiskusi soal aborsi dan kehamilan yang tidak dikehendaki.
"Ini adalah pertama (digelar di wilayah Afrika utara," kata Chakif Chraibi, Presiden asosiasi antiaborsi Maroko, AMLAC, yang juga guru besar ginekologi. Kebanyakan negara di wilayah tersebut melarang aborsi. Namun demikian, setiap hari praktik aborsi di Maroko saja bisa mencapai 1.000 kasus.
Lebih dari 50 persen, berdasar laporan AMLAC, praktik aborsi dijalankan oleh wanita yang sudah berkeluarga. Kebanyakan mereka keluarga miskin. Saat ini, undang-undang Maroko mengancam hukuman enam bulan sampai dua tahun untuk semua pihak yang terlibat aborsi, termasuk pelakunya, jika praktik tersebut dijalankan tanpa alasan kesehatan yang diakui tim medis.
Para peserta kongres aborsi ini akan menghasilkan rekomendasi yang nantinya bakal dikirimkan kepada anggota parlemen, sekretaris negara, juga kerajaan. "Sebagai pemimpin yang dipercaya, Raja Mohammed VI akan mengambil keputusan atas rekomendasi itu," tutur Chraibi.