REPUBLIKA.CO.ID, LONDON--Pekerjaan menumpuk dan atasan marah-marah bukanlah penyebab utama stres. Hasil survei justru mengungkap pasanganlah yang menyebabkan stres ketimbang persoalan kantor.
Alasannya, rumah tidak memiliki tempat yang cukup untuk relaksasi. Sebaliknya, kantor memungkinkan seseorang mencari tempat guna relaksasi sejenak.
Hasil survei yang melibatkan tiga ribu pria dan wanita ini juga mengungkap, pasangan tidak hanya menghadirkan stres, tetapi juga tekanan darah tinggi.
Lebih 58 persen partisipan mengaku keberadaan pasangan membuat mereka dalam tekanan. Sementara itu, 43 persen partisipan mengaku kehadiran bos juga menambah tekanan terhadap mereka.
Survei juga mengungkap, sekitar 18 persen partisipan wanita yang mengaku merasa tertekan lantaran kehadiran rekan kerja. Sebaliknya, hanya 12 persen partisipan pria yang mengaku "gerah" dengan keberadaan rekan kerja mereka.
Cary Cooper, professor of health psychology, Lancaster University, mengatakan dari hasil survei nampak partisipan mencampur-adukan urusan kantor dengan urusan pribadi mereka. Selain itu, ketakutan kehilangan pekerja menambah buruk keadaan.
"Satu strategi yang harusnya dilakukan oleh partisipan adalah mereka sebaiknya berbagi dengan pasangan," ujarnya seperti dikutip Dailymail, Senin (28/6).
Ia menambahkan satu hal yang harus dilakukan guna menghindari stres adalah bekerja secara berlebihan. Menurutnya, kerja secara berlebihan tidaklah baik lantaran dapat mengancam kesehatan dan interaksi sosial dengan lingkungan serta keluarga.
"Kewajiban terhadap keluarga dan karir bisa menambah tekanan pada wanita. Akibatnya, wanita cenderung mudah stres ketimbang pria. Meski demikian, mereka seharusnya bisa berbicara tentang perasaan mereka masing-masing," katanya.
Sementara itu, hasil survei lainnya juga terungkap bahwa wanita cenderung khawatir terhadap berat badan. Selain itu, 27 persen wanita juga khawatir dengan gaji mereka. Wanita juga dua kali lebih khawatir tentang pengaruh obesitas terhadap masa depan kesehatan mereka dari dampak kolesterol tinggi atau bahkan kanker.
Hanya 36 persen laki-laki yang berpikir berat badan mereka sangat penting untuk kesehatan dan kesejahteraan, sementara 33 persen partisipan pria mengatakan mereka khawatir dengan upah.
Ihwal masa depan, hampir setengah partisipan optimis tentang masa depan mereka. Kebanyakan dari mereka juga yakin bisa hidup dengan usia diatas rata-rata 79 tahun. Bahkan tiga persen partisipan berharap mencapai usia 100 tahun, dengan alasan kemajuan teknologi medis akan memberikan penyembuhan terbaik.