REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Tak menentu rasanya. Begitu komentar banyak wanita ketika pertama kali mendapati ada benjolan yang teraba. Entah di ketiak, leher, ataupun payudara. Sebagian wanita ada juga yang memilih untuk membiarkan benjolan itu bersarang di tubuhnya. Mereka menganggap benjolan tersebut tidak mengganggu. "Saya pun demikian," ucap Nita, sebut saja demikian.
Nita tak merasakan gejala apa pun saat sel pertama di salah satu payudaranya berubah menjadi kanker. Dua tahun berikutnya, benjolan mulai teraba. "Saat sedang mandi, saya rasakan ada benjolan di payudara kanan." Temuan itu dibiarkan saja oleh Nita. Apalagi, tak ada rasa nyeri yang membuatnya perlu mengaduh. "Kesibukan pekerjaan juga membuat saya tak pernah fokus terhadap keberadaan benjolan itu," kata perempuan berusia 39 tahun ini.
Nita mulai menganggap serius benjolan tersebut ketika mendapati adanya keganjilan saat becermin. Permukaan payudara kanannya tampak aneh. "Kulitnya terlihat keriput seperti kulit jeruk purut," katanya. Begitu keindahan payudaranya terganggu, Nita cepat ke dokter. Ia ingin memeriksakan diri. "Saya penasaran apa yang membuat kulit jadi seperti itu. Jangan-jangan ada hubungannya dengan benjolan yang saya temukan bertahun silam."
Penjelasan dokter sungguh membuat Nita terhenyak. Ia menyesal melewatkan waktu tanpa ada upaya apa pun untuk mencegah kanker merajalela di tubuhnya. "Saat itu, kankernya sudah stadium IIID," kenang perempuan yang bekerja di bidang konstruksi ini.
Nomor dua
Agar pasien kanker tak separah itu, ahli kanker, Dr Ramadhan SpOnk mengimbau perempuan agar tidak meremehkan benjolan yang mungkin suatu saat mereka temukan. Langkah awal terbaik, periksakan diri ke dokter. "Selanjutnya, patuhlah terhadap pengobatan agar penyakit yang ada tidak menjadi beban bagi kehidupan," sarannya.
Kanker payudara, lanjut Ramadhan, sebelumnya tercatat sebagai penyakit mematikan nomor dua terkait kanker. Berada di posisi puncak adalah kanker serviks. "Kini, berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, kanker payudara terkoreksi di urutan teratas penyebab kematian."
Fakta tersebut rupanya terjadi menyusul meningkatnya kepedulian perempuan akan kesehatannya. Banyak wanita yang mulai rutin memastikan diri bebas dari benjolan apa pun. "Mereka melakukan pemeriksaan payudara sendiri tiap sebulan sekali, seminggu setelah periode menstruasi berakhir," tutur dokter spesialis onkologi ini.
Ramadhan memaparkan, kanker payudara merupakan kanker yang paling sering dialami perempuan dibandingkan jenis kanker lainnya. "Perlu diingat, benjolan belum tentu kanker," imbuhnya. Kanker payudara merupakan keganasan yang berasal dari sel kelenjar, saluran kelenjar, dan jaringan penunjang payudara. Benjolan yang teraba harus ditelusuri terlebih dulu untuk memastikan ganas-jinaknya. "Paling sering hanya kista, bukan kanker."
Pertumbuhan jaringan di luar program tersebut belum diketahui secara pasti penyebabnya.
Namun, asupan makanan tertentu disinyalir menjadi pemicunya. "Faktor hormonal, lingkungan, dan makanan diduga berperan besar dalam mencetuskan kanker," jelas Ramadhan, beberapa waktu lalu.
Takut vonis Sebagai sel tubuh yang mengalami mutasi, sel kanker dapat tumbuh dan membelah lebih cepat dari sel normal. Bahkan, prosesnya tak terken dali. “Sel kanker tidak mati setelah usianya cukup, melainkan tumbuh terus dan bersifat invasif sehingga mendesak sel normal tumbuh,” papar Ramadhan.
Faktor genetik menyumbang sepuluh persen dalam kejadian kanker. Mereka yang mendapatinya akibat faktor keturunan biasanya berusia 30 tahunan. “Waspadai jika mengalami benjolan tak wajar yang menetap meski periode haid telah usai, ada kelainan pada kulit, atau ada kelainan di bagian puting,” kata Ramadhan mengingatkan.
RS Kanker Dharmais memantau sebagian besar pasien kanker datang sudah dalam stadium lanjut. Inilah yang membuat angka kematian akibat kanker menjadi signifikan. “Banyak orang yang takut ke dokter, takut divonis kanker,” ungkap Ramadhan.
Faktanya, delapan dari 10 wanita memiliki ben jolan kista di payudaranya. Ramadhan menya rankan, agar terhindar dari masalah kesehatan ini, tiap ibu harus menyusui dalam waktu yang cu kup lama. “Bertentangan dengan program Ke luarga Berencana, ternyata banyak anak juga dapat menurunkan angka kejadian benjolan.”