REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON--Berpikir ulanglah kalau hendak "menjahili" teman di dunia maya. Survei membuktikan, bullying yang dilakukan di dunia nyata tak separah akibat bullying di dunia maya. "Lebih baik dipukul wajah Anda di dunia nyata ketimbang Anda dipukul secara psikis di dunia maya," demikian simpulan penelitian yang dilakukan US National Institutes of Health.
Dalam penelitian mendalam bertema "The Cyber Bullying" sama-sama menunjukkan depresi antara pelaku dan korban. Namun, dampak bagi korban berpuluh kali lipat lebih berat ketimbang pelaku dan ketimbang jika bullying dilakukan di dunia nyata.
"Terutama, korban melaporkan depresi lebih tinggi dari pengganggu atau menggertak korban, yang tidak ditemukan dalam bentuk lain dari bullying manapun," tulis para penulis penelitian dalam Journal of Adolescent Health.
"Tidak seperti bullying tradisional, cyber bullying menyebabkan korban tidak dapat melihat atau mengidentifikasi pengganggu mereka; seperti itu, korban cyber mungkin lebih cenderung merasa terisolasi, dehumanisasi, bahkan tak berdaya pada saat serangan itu."
Sementara bullying tradisional melibatkan tatap muka seperti ejekan atau kekerasan fisik, cyber bullying datang dalam bentuk isyarat yang menyakitkan dalam format online seperti email, pesan teks, chat room, atau jaringan sosial.
Jika dibiarkan tanpa pertolongan, masa depan pelaku dan korban bullying bakal terpengaruh. Pelaku bullying cenderung lebih mudah terperosok ke kehidupan kelam pelaku tindak kriminal. ''Sedangkan, korbannya kemungkinan besar akan terus merasa rendah diri hingga dewasa kelak,'' ucap Diena Haryana, ketua Yayasan Semai Jiwa Amini (Sejiwa). Mengingat seriusnya dampak bullying --terhadap korban serta pelaku-- aksi tak terpuji itu mesti dicegah sejak dini. Orang tua harus mengetahui jenis-jenis tindakan yang termasuk bullying. ''Mereka juga mesti paham bagaimana mencegah dan menghadapi bullying,'' imbuh Diena.
Penembakan mahasiswa di kampus Virginia Tech, Amerika Serikat, merupakan contoh bullying yang paling ekstrem. Pelaku rupanya tertekan secara mental dan melampiaskannya dengan tembakan membabi buta ke arah teman-temannya. ''Ia kemudian memilih mati untuk mengakhiri penderitaan hidupnya,'' ujar Dr Amy Huneck, ahli intervensi bullying.