REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Istilah radikal bebas mungkin sudah tak asing lagi kita dengar. Namun, tak sedikit di antara kita yang tidak mengerti arti radikal bebas itu. Menurut Dokter Spesialis Gizi, dr Fiastuti Witjaksono, radikal bebas merupakan sebuah elektron yang tidak berpasangan.
Padahal, lanjut Fiastuti, setiap elektron butuh pasangan agar kondisinya stabil. Karena itu, elektron ini mengambil pasangan dari sel-sel lain. Akibatnya elektron tersebut merusak sel-sel lain.
Radikal bebas, Fiastuti menjelaskan, dihasilkan dari hasil metabolisme tubuh dan faktor eksternal seperti asap rokok, hasil penyinaran ultra violet, zat kimiawi dalam makanan, obat-obatan, olahraga yang berlebihan, sakit, stres dan polutan lain. Menurutnya, radikal bebas ini merupakan awal dari penyakit-penyakit berbahaya, seperti kanker, katarak, serangan jantung, dan beberapa penyakit lainnya.
Misalnya, serangan jantung diawali dengan oksidasi karena penyumbatan pembuluh darah yang disebabkan oleh kerusakan sel. Sama halnya dengan katarak dan kanker yang diawali oleh kerusakan sel.
Dosen luar biasa Departemen Gizi FKUI ini mengatakan, radikal bebas tersebut dapat diredam. Senyawa yang dapat meredam radikal bebas dinamakan antioksidan. “Jadi, antioksidan mempunyai tugas untuk menangkap radikal bebas yang masuk ataupun yang terbentuk di dalam tubuh sehingga tidak merusak sel-sel dalam tubuh,” tutur Fiastuti.
Sebenarnya, tubuh manusia dapat menetralisir radikal bebas karena tubuh manusia memiliki antioksidan bawaan. Salah satu contoh, tubuh manusia dapat menghasilkan glutathione, salah satu antioksidan yang sangat kuat. Juga menghasilkan SOD, peroksidase, dan katalase.
Namun, dalam keadaan tertentu jumlahnya tidak cukup. Bila dalam kondisi baik, seperti tidak ada polusi, antioksidan bawaan ini cukup. "Tapi, makin tua usia , makin sering terpapar polusi sehingga makin rentan terserang stres oksidatif," katanya.
Untuk itu, lanjut staf medik Departemen Radioterapi RSCM ini, perlu antioksidan tambahan dari luar yang juga berfungsi untuk memperlambat proses penuaan. Antioksidan ini terkandung dalam makanan yang kita konsumsi seperti buah dan sayur. Misalnya buah-buahan seperti blueberry, strawberry, rush berry, raisin atau anggur, jeruk dan lainnya.
Sedangkan untuk sayuran, ada pada bayam, brokoli, dan lainnya. "Pokoknya sayuran dan buah yang memiliki warna atau pigmen tua. Karena pigmen itu mengandung zat-zat tertentu yang mengandung antioksidan," jelasnya. Fiastuti menambahkan, selain dari buah-buahan dan sayur, antioksidan bisa juga didapat dari suplemen. Hanya saja, harus dipikirkan penyerapannya, jangan berlebihan.
Pengurus Persatuan Dokter Gizi Klinik Indonesia (PDGKI) ini menyarankan agar setiap orang mengonsumsi buah dan sayuran bervariasi setiap hari. "Makin variasi makin bagus, saling melengkapi," katanya. Menurutnya, paling tidak kita harus mengonsumsi sayuran dan buah lima hingga delapan porsi setiap hari.
Selain pola makan yang sehat, juga harus dipikirkan jumlah, jenis, dan jadwal makan. Untuk jumlah, harus disesuaikan dengan kebutuhan. Untuk jenis, harus lengkap yakni ada karbohidrat, protein, dan lemak.
Sedangkan untuk jadwal harus benar."Tidak harus ada aturan, yang penting tiap makan harus lengkap," katanya Senior Nutritionist dari Kraft Foods supporting SEA, Joan P Sumpio, membenarkan radikal bebas bisa ditangkal dengan asupan makanan. Ia meyakini zat-zat antioksidan seperti Vitamin A, Vitamin E, Vitamin C, zat besi dan lainnya mampu membuat radikal bebas pergi.