Ahad 19 Jun 2011 09:43 WIB

Tes Keperawanan Penghinaan Terhadap Perempuan

Keperawanan wanita tidak bisa dibuktikan secara medis. (ilustrasi)
Foto: bragaabitamara.blogspot.com
Keperawanan wanita tidak bisa dibuktikan secara medis. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,AMSTERDAM - Keperawanan perempuan dan kemampuan membuktikan seorang perempuan yang belum menikah sebagai seorang perawan merupakan hal sangat vital dalam 'kehormatan keluarga' di banyak negara. Tapi, anggota yayasan Mythe Ontkracht (Mendobrak Mitos) Belanda berpendapat bahwa tidak mungkin membuktikan seorang perempuan masih perawan atau tidak.

Mereka juga mengatakan uji keperawanan, yang kembali muncul ke permukaan akibat sejumlah kasus kontroversial di Mesir dan India, adalah cara yang sangat manjur untuk menekan dan melanggar hak asasi perempuan.

Isu tentang keperawanan kembali marak dengan berita tentang tes keperawanan atas sejumlah korban perkosaan di India dan 17 perempuan Mesir yang ambil bagian dalam demonstrasi di Lapangan Tahrir. Tes keperawanan dilaksanakan untuk 'melindungi' tentara Mesir atas kemungkinan tuduhan perkosaan.

Sumir

Ineke van Seumeren, seorang ginekolog di rumah sakit UMC Utrecht, dan Ines Balkema, ketua Mythe Ontkracht, mengatakan tes keperawanan itu tak ada gunanya:

"Di banyak negara masih banyak yang tidak tahu bahwa keperawanan perempuan tidak bisa dibuktikan secara medis. Bahkan di Belanda yang modern sekalipun, orang yakin bisa melihat atau merasa apa seorang perempuan masih perawan atau tidak. Sementara fakta medis bicara lain," kata Ineke kepada surat kabar Belanda NRC Handelsblad.

Uji keperawanan seringkali dilaksanakan dengan cara yang sangat primitif. Salah satu cara paling umum adalah memasukkan dua jari ke dalam vagina. Dua jari dikatakan sama lebarnya sebuah penis. Jika dua jari masuk dengan mudah, perempuan tersebut diasumsikan sudah pernah berhubungan seks sebelumnya.

Yayasan Mythe Ontkracht menjelaskan bahwa ketat atau longgarnya vagina dan kondisi selaput dara (membran yang 'menutupi' jalan masuk ke leher rahim) tidak ada hubungannya dengan aktivitas seksual seorang perempuan.

Ilusi

Dalam opini mereka, kedua perempuan tersebut menulis,"Selaput dara bukan membran tertutup. Seringkali selaput dara merupakan bibir kecil yang fleksibel, terkadang keras dan tidak fleksibel. Bentuknya berbeda untuk setiap perempuan. Vagina diciptakan sebagai jalan keluar bayi. Ini merupakan ilusi jika berpikir vagina jadi longgar karena suatu hal yang kecil seperti penis."

Mereka berargumen uji keperawanan sebenarnya adalah cara jitu untuk menekan perempuan. Mereka menceritakan apa yang terjadi di Kairo, "Ketika para demonstran perempuan di Mesir menjalani tes keperawanan tersebut, mereka bertelanjang bulat dan dipotret sejumlah personel militer. Hasilnya, para perempuan bakal berpikir dua kali sebelum ikut berdemonstrasi atau mengadukan kasus perkosaan. Ini adalah kasus serius pelanggaran hak asasi manusia."

Sisi positifnya, menurut Van Seumeren dan Balkema, maraknya kasus berhasil memancing debat tentang penghapusan tes ala abad pertengahan tersebut baik di India maupun Mesir. Mereka menambahkan bahwa hal terpenting adalah mengawasi apakah hal ini benar-benar terjadi dan menekankan bahwa keperawanan bukan suatu hal yang bisa dibuktikan secara medis.

Di Indonesia, masalah tes keperawanan juga beberapa kali jadi berita. Yang terbaru adalah di Jambi di bulan September 2010, ketika Bambang Bayu Suseno, anggota Komisi IV DPRD Jambi melempar wacana agar penerimaan siswa baru mulai dari tingkat SMP, SMA dan Perguruan Tinggi, harus melalui tes keperawanan bagi siswi perempuan. Tes tersebut dilakukan dengan tujuan menangkal banyaknya hubungan seks bebas di kalangan pelajar.

sumber : www.rnw.nl
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement