REPUBLIKA.CO.ID, Thalasemia memang merupakan salah satu penyakit menahun, yang diturunkan dalam keluarga, dan menyebabkan timbulnya anemia, mulai dari anemia ringan sampai berat. Anemia adalah kondisi di mana kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah dalam darah menurun. Hemoglobin berfungsi mengikat dan membawa oksigen ke seluruh tubuh.
Menurut dokter Zubairi Djoerban, spesialis penyakit dalam dan guru besar FKUI, pada penderita thalasemia terjadi perubahan atau mutasi gen, yaitu pembawa kode genetik untuk pembuatan hemoglobin. Akibatnya kualitas sel darah merah tidak baik dan tidak dapat bertahan hidup lama, tidak bisa bertahan sepanjang hidup sel darah merah normal. Manifestasi yang dirasakan pasien adalah cepat capai, terlebih bila naik tangga atau harus berjalan cepat, apalagi berlari.
Thalasemia memang diturunkan dari orangtua ke anaknya, baik laki-laki maupun perempuan. Bila gen penyebab thalasemia berasal dari kedua orangtua-nya (ayah dan ibu), maka seseorang dapat menderita thalasemia dengan manifestasi klinis sedang hingga berat.
Namun bila gen penyebab thalasemia hanya diturunkan dari salah satu orangtua, maka umumnya anak tersebut hanya menderita thalasemia dengan manifestasi klinis yang ringan, bahkan kadang tidak ada gejala klinis yang timbul. Orang dengan gen pembawa thalasemia namun tanpa gejala ini disebut pembawa sifat atau karier (carrier) thalasemia. Walaupun tanpa gejala, karier thalasemia tetap akan menurunkan gen pembawa sifat thalasemia ini pada keturunannya.
Selanjutnya, Zubairi memaparkan, hemoglobin tersusun dari dua jenis rantai protein, yaitu rantai protein alpha globin dan rantai protein beta globin. Bila yang terganggu pembentukannya adalah rantai protein alpha globin, maka thalasemia yang timbul disebut thalasemia alpha. Bila yang terganggu adalah rantai protein beta, maka thalasemia yang timbul disebut thalasemia beta. Kedua tipe ini bisa ditemukan dalam bentuk ringan hingga berat.
Ada yang dikenal sebagai thalasemia alpha mayor yaitu bila dua dari empat rantai genetik rantai protein alpha mengalami kelainan. Hal serupa berlaku bila rantai protein beta yang mengalami kelainan, disebut thalasemia beta mayor.
Untuk menentukan tergolong jenis thalasemia mana yang diderita seseorang memerlukan pemeriksaan dan analisis genetika yang khusus. Apa gejala thalasemia? Gejala yang timbul tergantung berat ringannya penyakit. Tapi gejala yang umumnya ditemui adalah anemia, seperti dijelaskan di atas.
Pada karier thalasemia, bahkan tanpa gejala. Namun pada thalasemia berat kita dapat menemukan rasa lelah dan letih, kulit yang kekuningan (jaundice), perut yang membuncit karena adanya pembesaran hati dan limpa, warna urine yang lebih gelap atau gangguan pertumbuhan. Umumnya thalasemia berat didiagnosis sejak masa balita. Bahkan bayi yang lahir dengan thalasemia alpha mayor bisa meninggal tidak lama setelah dilahirkan.
Biasanya bila dokter menemukan anemia, maka akan dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia tersebut mulai dari pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan yang lebih spesifik, misalnya kadar feritin, hingga pemeriksaan sumsum tulang. Bila ditemukan kecurigaan diagnosis ke arah thalasemia, maka akan dilakukan analisis genetika, di mulai dengan elektroforesis hemoglobin. Riwayat keluarga dapat menjadi informasi penting dalam penegakan diagnosis.
Terapi yang diberikan tergantung pada berat ringan penyakitnya. Pada yang sangat ringan atau karier thalasemia, tentu tidak membutuhkan terapi. Pada kondisi yang lebih berat memerlukan transfusi, bahkan ada yang membutuhkan transfusi berkala. Kadang pada kondisi yang amat berat sehingga menimbulkan pembesaran limpa yang tidak terkompensasi lagi oleh badan, membutuhkan terapi bedah, limpa pun dibuang.
Untuk pasien yang mengalami gejala thalasemia, Zubairi menyarankan agar berkonsultasi langsung dengan dokter di divisi hematologi departemen penyakit dalam. Dokter akan melihat perkembangan penyakitnya, efek samping pengobatan yang mungkin timbul serta membuat rencana pemeriksaan penunjang apa yang diperlukan.
Selain itu, pengaturan diet yang baik dan seimbang akan membantu pasien. Jangan lupa pula bahwa pasien perlu didukung aspek kejiwaannya maupun aspek sosialnya, terutama pada pasien-pasien yang membutuhkan terapi rutin/berkala. Dukungan keluarga, pasangan atau calon pasangan amat diperlukan pasien.