REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menyatakan resistensi terhadap obat antimalaria menjadi salah satu faktor yang mengancam keberlanjutan upaya pengendalian penyakit malaria.
Bersama dengan kendala pendanaan dan kurangnya kesadaran masyarakat tentang malaria, resistensi obat berpotensi membalikkan pencapaian upaya pengendalian malaria yang sudah dilakukan dalam satu dekade terakhir, demikian siaran pers WHO Regional Asia Tenggara, Selasa.
Oleh karena itu WHO meminta pemangku kepentingan bidang kesehatan mengalokasikan lebih banyak dana untuk pengendalian malaria guna memastikan pencapaian target pengendalian malaria.
Menurut data organisasi kesehatan itu, di Asia Tenggara ada 28 juta kasus malaria dengan 38.000 kematian pada 2010. Angka kejadian malaria per 1.000 populasi berisiko sudah turun dari 30 tahun 2000 menjadi 22 pada 2010.
Meski program pengendaliannya menunjukkan pencapaian bermakna namun penyakit malaria masih menjadi beban di beberapa negara termasuk Bhutan, Indonesia, Nepal, Srilanka, dan Thailand.
Resistensi obat antimalaria mulai muncul di beberapa negara. Tahun 2009 resistensi terhadap obat Artemisinin muncul di perbatasan Thailand dan Kamboja. Kondisi serupa muncul di Vietnam dan Myanmar pada 2011.