REPUBLIKA.CO.ID, Pernahkah Anda memakan sesuatu dan merasa tak ingin berhenti? Saat mengkonsumsi keripik singkong atau gorengan atau makanan kemasan lain? Ternyata seringkali makanan-makanan tersebut telah ditambahi Monosodium glutamat (MSG).
MSG merupakan penguat cita rasa, karena zat ini mampu menyeimbangkan, menyatukan dan menyempurnakan persepsi total rasa lain dalam makanan. Produsen makanan terutama kemasan, kerap menambahkan zat ini dalam produk mereka. MSG biasanya ditambahkan pada makanan mulai dari masakan, sayuran kaleng, sup, daging olahan, dan makanan ringan.
MSG erat kaitannya dengan perilaku adiktif. Perlu diketahui, Glutamat dalam keadaan bebas dapat merangsang NMDA Reseptor dalam otak. Sehingga tak heran saat mengkonsumsi makanan yang mengandung MSG, mulut seakan tak ingin berhenti.
Meskipun lembaga pengawas obat dan makanan AS, (FDA), telah mengklasifikasi MSG sebagai bahan makanan umum yang aman, penggunaan MSG tetap kontroversial bagi sebagian besar ahli kesehatan. Berdasar alasan ini, FDA mengharuskan penggunaan MSG tercantum dalam setiap label makanan.
MSG telah digunakan sebagai aditif makanan dalam beberapa dekade terakhir. Selama bertahun-tahun FDA telah menerima laporan mengenai banyaknya reaksi negatif terhadap makanan yang mengandung MSG.
Reaksi yang dikenal sebagai gejala MSG kompleks tersebut bisa bermacam, dintaranya sakit kepala, mudah berkeringat, tekanan atau sesak pada wajah, mati rasa, kesemutan atau terasa terbakar pada wajah, leher dan daerah lain. Tak sampai situ reaksi lainnya antara lain jantung berdebar, nyeri dada, mual, dan tubuh menjadi lemas.
Namun sayangnya peneliti tidak menemukan bukti pasti hubungan antara MSG dan gejala-gejala tersebut. Peneliti mengaku sangat kecil persentase penggunaan MSG dengan reaksi jangka pendek. Satu-satunya cara untuk mencegah reaksi adalah dengan menghindari makanan yang mengandung MSG.