REPUBLIKA.CO.ID, LONDON - Olimpiade London yang bertepatan dengan Bulan Ramadhan mulai disoal banyak pihak. Topik paling utama yakni efek puasa bagi performa para atlet Muslim.
Para ahli medis mengatakan secara teoretis pengurangan asupan makanan selama Ramadhan mengurangi kinerja hati dan cadangan glikogen dalam otot. Kondisi ini berpotensi menyebabkan penurunan kinerja, terutama dalam olahraga yang membutuhkan kekuatan otot.
Mengantisipasi potensi masalah ini, kelompok kerja International Olympic Committee's (IOC) mengadakan pertemuan pada tahun 2009 untuk mengkajinya. Mereka sampai pada kesimpulan bahwa puasa Ramadhan bisa menjadi masalah bagi beberapa atlet dalam beberapa cabang olahraga. Namun, dampak keseluruhan masih belum jelas.
Ronald Maughan, seorang ilmuwan olahraga dari Loughborough University Inggris yang memimpin kelompok kerja IOC, setuju beberapa perubahan fisik mungkin akan terjadi. Namun, ia juga mencatat bahwa selama bulan suci, manfaat disiplin mental dan spiritual mempunyai efek yang tidak boleh diremehkan.
"Beberapa atlet Muslim mengatakan mereka tampil lebih baik selama bulan Ramadhan bahkan jika mereka berpuasa karena mereka lebih terfokus dan karena itu waktu yang sangat spiritual bagi mereka," katanya kepada Reuters. "Iman mereka memberi mereka kekuatan dan Ramadhan merupakan bagian integral iman itu."
Maughan memimpin tim ilmuwan meneliti lebih dari 400 artikel penelitian tentang Ramadhan dan efeknya bagi para atlet. Mereka menemukan bahwa "tanggapan yang sebenarnya cukup beragam, tergantung pada budaya dan tingkat individu dan jenis keterlibatan sang atlet."
"Seringkali ada sedikit penurunan kinerja, khususnya dalam kegiatan yang membutuhkan kontraksi otot yang kuat dan atau berulang," tulis tim dalam review yang dipublikasikan dalam British Journal of Sports Medicine (BJSM) bulan ini.
Tetapi mereka menyimpulkan bahwa dalam banyak situasi "ketaatan Ramadhan hanya memiliki konsekuensi terbatas untuk pelatihan atau kinerja kompetitif."