REPUBLIKA.CO.ID, Tubektomi adalah salah satu metode KB yang sifatnya permanen. Tubektomi dilakukan dengan menyumbat/mengikat/memotong (tergantung teknik operasi yang dipilih) saluran telur.
Menurut dr Zubairi Djoerban, spesialis penyakit dalam dan guru besar FKUI, boleh tidaknya seorang perempuan menjalani prosedur ini sangat tergantung dari kondisi kesehatan yang bersangkutan. Jika ada infeksi di rongga panggul atau sedang hamil, tidak dibenarkan melakukan prosedur tubektomi.
Tubektomi dilakukan dengan cara operasi yang memerlukan pembiusan. Jika melihat situasi di mana tubektomi tidak dilakukan bersamaan dengan proses melahirkan, maka prosedur yang paling populer saat ini adalah dengan laparaskopi.
Laparaskopi dilakukan dengan sedikit menyayat bagian perut, kemudian memasukkan semacam selang kecil untuk meneropong. Setelah saluran telur ditemukan, lalu diikat.
Teknik ini membutuhkan pembiusan umum/total, sehingga sebelumnya perlu diperiksa apakah kondisi kesehatan ibu --terutama sistem pernapasan, jantung, dan pembuluh darah-- aman untuk dilakukan pembiusan umum.
Kelebihan metode KB ini adalah angka keberhasilannya dalam mencegah kehamilan paling baik dibandingkan metode KB lainnya, angka keberhasilannya mencapai 99 persen. Metode ini juga aman untuk orang yang berisiko bila memakai metode KB
yang bersifat hormonal seperti pil, suntik, atau susuk. ''Sifatnya permanen sehingga sangat praktis untuk selanjutnya,'' papar Zubairi.
Sebenarnya, setelah tubektomi juga dapat dilakukan penyambungan kembali saluran telur dengan teknik operasi khusus menggunakan mikroskop.
Kelemahannya adalah karena prosedurnya memerlukan operasi dan pembiusan sehingga terdapat risiko baik dari pembiusan maupun tindakan pembedahannya.
Perdarahan dan infeksi adalah risiko operasi yang bisa juga terjadi pada prosedur operasi lainnya secara umum. Risiko dari pembiusan adalah alergi terhadap obat bius dan gangguan napas. Sementara risiko dari tindakan pembedahannya adalah perdarahan, infeksi, cedera organ-organ dalam yang berdekatan dengan tempat operasi, dan gangguan irama jantung (karena CO2 pada tindakan laparaskopi). Tapi, risiko ini kecil kemungkinannya terjadi.
Risiko lain adalah meningkatnya kemungkinan terjadinya kehamilan di luar kandungan. Untuk itu, maka biasanya Ibu akan dilarang melakukan hubungan seksual sekitar empat hari sebelum prosedur dilakukan. Walau angka keberhasilannya tinggi, kegagalan bisa terjadi. Pada tahun pertama pasca tubektomi, angka kegagalannya adalah 0,1-0,8 persen dan sekitar sepertiga dari kehamilan yang terjadi adalah kehamilan di luar kandungan. Kegagalan ini umumnya terjadi pada wanita di bawah 35 tahun.