REPUBLIKA.CO.ID, Tubuh manusia mempunyai ritmenya sendiri. Beraktivitas melampaui batas waktu, bahkan sampai begadang, bisa mengacaukan jam biologis kita. Ketika ritme tubuh kacau, siap-siaplah menuai malfungsi tubuh: diabetes dan kegemukan (obesitas). Penelitian yang dilakukan di Brigham and Women’s Hospital (BWH), Boston, Massachusetts, Amerika Serikat, menemukan kaitan antara kurangnya tidur dan dua kelainan metabolisme tubuh itu.
Waktu tidur yang kurang ataupun pola yang tak beraturan, tak sesuai jam biologis, meningkatkan risiko terkena diabetes dan obesitas. Ini adalah hasil penelitian berdasarkan pengamatan terhadap beberapa responden di dalam laboratorium. Tim menggunakan pendekatan epidemiologis (penyakit). Namun, tak seperti penelitian epidemiologis biasa, penelitian ini memeriksa responden dalam lingkungan laboratorium yang terkontrol selama jangka waktu lama dengan cara mengubah waktu tidur, memberlakukan jam kerja, dan menirukan situasi yang bisa menyebabkan jet lag.
Hasil temuan menunjukkan bahwa pembatasan waktu tidur dalam jangka waktu lama dengan gangguan siklus sirkadian telah menurunkan laju metabolisme tubuh kala beristirahat. Selama periode penelitian ini, kadar gula darah responden diukur. Tim peneliti menemukan rendahnya kadar insulin, hormon yang diproduksi pankreas untuk mengontrol kadar gula darah. Rendahnya sekresi insulin membuat tingginya kadar gula darah responden setelah makan dan juga pada sisa waktu tidak makan.
Ahli saraf BWH Orfeu Buxton mengatakan, orang yang mempunyai kondisi prediabetes atau punya beberapa gejala kondisi diabetes punya risiko besar terkena penyakit ini bila tak bisa mengatur pola tidurnya. Begitu pula karyawan yang sering mendapat giliran kerja malam lebih berisiko terkena diabetes dibandingkan kar ya wan yang bekerja pada siang hari. ‘’Karyawan yang sering bekerja malam sering sulit untuk tidur saat siang hari. Mereka bisa mengalami gangguan siklus sirkadian saat bekerja waktu malam dan kurang tidur saat siang. Buktinya, sudah jelas bahwa tidur yang cukup itu sangat penting untuk kesehatan, dan tidur yang paling baik adalah malam hari,’’ kata Buxton seperti dirilis BWH, pekan lalu.
Tim penelitian yang hasilnya dipublikasikan di jurnal Science Translational Medicine itu mendesak perlunya upaya mengurangi risiko kesehatan pada karyawan yang bekerja pada giliran malam. Penelitian ini juga mendapat perhatian dari para ahli yang mengkaji penyakit diabetes, salah satunya Matthew Hobbs, kepala penelitian dia betes di Inggris. Hobbs menganggap, penelitian ini menarik karena mampu me nyimulasikan kondisi kurang tidur ekstrem dan mengakali jam biologis tubuh yang membuat para peserta uji dapat beraktivitas dan tidur selayaknya aktivitas pada hari yang normal.
Namun, Hobbs mengingatkan bahwa kondisi kerja giliran malam yang di ciptakan ulang dalam laboratorium tentu berbeda de ngan kondisi bekerja lembur malam hari sebenarnya. ‘’Jelas bahwa hal ini tidak sama dengan pengalaman nya ta dari pekerja giliran malam yang mereka bisa tidur di bawah sinar lampu yang terang. Penelitian ini juga hanya mengikutsertakan 21 orang sehingga tak mungkin disimpulkan bahwa temuan ini memang sesuai dengan kondisi nyata.’’