REPUBLIKA.CO.ID, Takut terhina membuat kebanyakan penderita disfungsi ereksi (DE) memilih bungkam ketimbang menceritakan gangguan ini pada orang lain. Bahkan ketika sudah berhadapan dengan dokter pun tak sedikit penderita DE yang masih berusaha menutup-nutupi keadaan sebenarnya. Ini sangat disayangkan karena justru akan membuat masalah berlarut-larut.
Menurut dr Rochani dari Subbagian Urologi FKUI/RSCM, penderita DE sebaiknya justru bersikap terbuka pada dokter. Karena dari keterbukaan itu, dokter akan mendapat informasi detil yang sangat berguna bagi upaya pengobatan. "Jika ternyata DE yang diderita oleh pasien bukan karena faktor psikologis, maka menyampaikan segenap pengalaman yang terkait dengan riwayat penyakit sangat diperlukan," kata dokter alumni FKUI tahun 1971 ini.
Diakui Rochani, hampir 50 persen kasus DE disebabkan karena faktor psikologis. Walau begitu, katanya, mengenali kemungkinan penyebab fisik dan medis akan sangat membantu dalam upaya penyembuhan. Dari pengalamannya di ruang praktek, Rochani menemukan sejumlah pasien DE yang ternyata memiliki riwayat menggunakan obat-obatan dengan atau tanpa resep dokter yang berpotensi menimbulkan DE. Obat-obatan itu antara lain antihipertensi, antiaritmia, dan anti depresan (narkotik/obat rekreatif). "Penggunaan antiandrogen pada terapi kanker prostat lanjut juga dapat menyebabkan DE dan hilangnya libido."
Kelainan anatomi penis, seperti akibat trauma pada panggul atau bentuk scrotum yang tak sama besar sejak lahir juga bisa memicu DE. Kelainan ini dapat dikoreksi dengan pembedahan dan terapi setelahnya. Selain itu, ada orang-orang tertentu yang berisiko tinggi menderita DE. Sebut saja misalnya perokok, peminum alkohol, penyalahguna obat-obatan terlarang (narkoba), serta pasangan suami istri yang hubungannya tak harmonis.
Faktor fisik medis juga bisa menimbulkan DE. Faktor fisik medis itu, seperti dijelaskan oleh seksolog dr Boyke Dian Nugraha SpOG, di antaranya gangguan pembuluh darah (misalnya tekanan darah tinggi), hiperkolesterol, gangguan metabolik (misalnya diabetes), gangguan neurologik akibat trauma tulang belakang, gangguan syaraf perifer (misalnya penyakit parkinson), dan gangguan pada sistem syaraf pusat seperti pada penderita tumor otak.
DE, lanjut Boyke, juga bisa terjadi karena gangguan hormon misalnya kekurangan hormon testosteron yang biasa dialami pria pada masa andropause. "Mereka yang pernah menjalani operasi prostat lantas syarafnya terpotong juga berpeluang besar terserang DE," terang seksolog kondang ini.
Tak cuma masalah fisik. Para pria dewasa juga perlu mewaspadai faktor psikis. Penelitian menunjukkan, faktor psikis juga sangat berpeluang menimbulkan DE. Dan di kehidupan yang serba keras dan rumit seperti sekarang ini, gangguan psikis itu mudah sekali mendera. Pencetus gangguan psikis itupun sangat beragam misalnya stres di tempat kerja, bekerja di bawah tekanan, ancaman PHK, beban terhadap keluarga yang berlebihan, atau karena istri yang galak. "Tak jarang lho ditemui laki-laki mengalami gangguan DE jika hendak melakukan senggama dengan istrinya, namun justru tidak terjadi jika bersenggama dengan orang lain."