REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA- Masalah kekurangan gizi terhadap anak-anak juga akan berakibat pada pertumbuhannya yang tidak sempurna. Dalam dunia kesehatan, salah satu kekurangan gizi pada anak akan berdampak pada perkembangannya yang kurus dan pendek atau disebut stunting.
South East Asia Nutritions Surveys (SEANUTS) melakukan survei terkait dengan kondisi gizi terhadap anak-anak di empat negara di Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand dan Vietnam pada 2011. Hasilnya cukup mengejutkan, anak-anak Indonesia paling pendek di antara negara-negara tersebut, bahkan dari Vietnam.
Berdasarkan hasil survei SEANUTS, anak-anak Indonesia di bawah usia lima tahun yang menderita stunting rata-rata sebesar 24,1 persen untuk anak laki-laki dan 24,3 persen untuk anak perempuan. Untuk anak-anak yang mengalami stunting parah yaitu sebesar 11 persen untuk anak laki-laki dan delapan persen untuk anak perempuan.
Sedangkan untuk anak usia sekolah yaitu usia lima sampai 12 tahun yang menderita stunting yaitu rata-rata sebesar 24,1 persen untuk anak laki-laki dan 25,2 persen untuk anak perempuan. Anak-anak usia sekolah yang menderita stunting parah sebesar 5,9 persen untuk anak laki-laki dan 4,9 persen untuk anak perempuan.
“Padahal jika dibandingkan dengan Malaysia, juga Thailand dan Vietnam hanya sekitar 11-12 persen,” kata ketua tim peneliti SEANUTS Indonesia, Dr Sandjaja dalam jumpa pers di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Sandjaja menambahkan stunting terjadi karena kurangnya anak-anak dalam mengkonsumsi makanan yang bergizi yang mengandung protein, kalori dan vitamin, khususnya vitamin D. Anak-anak yang mengalami stunting ini akan berpeluang menderita penyakit-penyakit degeneratif lebih besar sehingga akan menjadi beban negara.
Kurangnya gizi terhadap anak-anak di Indonesia semakin terlihat dari survei tersebut yang menyebutkan anak-anak di bawah lima tahun mengalami kekurangan nutrisi sebanyak 16,6 persen untuk anak laki-laki dan 14,9 persen untuk anak perempuan. Sedangkan yang mengalami kekurangan nutrisi parah yaitu 3,7 persen untuk anak laki-laki dan tiga persen untuk anak perempuan.
Survei yang dilakukan terhadap 7.200 anak dari Aceh hingga Papua secara acak ini, juga untuk mengintip kondisi mikro nutrisi terhadap anak-anak Indonesia, pemenuhan terhadap zat yodium, besi, vitamin A dan vitamin D. Survei terkait pemenuhan kebutuhan mikro nutrisi ini untuk membedakan antara anak-anak di kota dan pedesaan.
Hasilnya anak-anak di pedesaan usia dua sampai lima tahun paling banyak menderita anemia atau kekurangan zat besi yaitu sekitar 16 persen dibandingkan dengan anak-anak perkotaan dengan usia yang sama yaitu 10-11 persen. Kurangnya gizi terhadap anak-anak juga akan membuat kualitas tulang semakin rendah.
“Sekitar 30 persen anak-anak juga kekurangan vitamin D. Kurangnya gizi maka kualitas tulang akan semakin rendah,” jelasnya.