REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dokter Spesialis Kedokteran Nuklir di Rumah Sakit An Nur, Gogot Suyitno, mengatakan alat renogram menjadi pilihan yang aman dan terjangkau untuk mendeteksi gangguan yang terjadi pada ginjal manusia.
"Pemeriksaan renogram dilakukan dengan menyuntikkan radio farmaka yang didistribusikan melalui darah menuju target yaitu ginjal, setelah dilakukan penyusuran nuklir, baru akan terlihat gangguan pada organ tubuh tersebut," kata Gogot di Yogyakarta, Jumat (22/11).
Kendati menggunakan isotop nuklir dalam pemeriksaan gangguan ginjal, Gogot menjelaskan efek samping negatif sangat jarang terjadi. Risiko efek samping yang mungkin terjadi diantaranya adalah rasa gatal, demam dan mual. "Namun selama ini hal itu tidak pernah kamu temui di pasien yang telah disuntikkan isotop farmaka," kata Gogot.
Gogot menambahkan pemeriksaan renogram dibutuhkan jika seseorang merasa ginjalnya mengalami gangguan, hipertensi berkelanjutan (tekanan darah tinggi) dan pada masa akan transplantasi ginjal untuk menentukan mana ginjal berfungsi lebih baik.
Dari pemeriksaan yang memakan waktu sekitar 25 menit, operator renogram akan mendapat hasil kondisi ginjal melalui diagram ukur. Setelah hasil pemeriksaan diketahui, dokter baru akan melakukan tindakan terhadap pasien yang mengalami gangguan ginjal pada 3-4 hari setelah menjalani pemeriksaan renogram.
Untuk menjaga kualitas dan keamanan pemeriksaan renogram, rumah sakit yang bersangkutan harus memenuhi beberapa persyaratan seperti izin dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), operator berlisensi atau dokter spesialis kedokteran nuklir serta pengendalian kualitas renogram setiap alat akan digunakan.
Harga pemeriksaan gangguan ginjal menggunakan renogram lebih terjangkau, sekitar Rp 600 ribu, bila dibandingkan dengan alat "gamma camera" sekitar Rp 800 ribu atau bahkan "pet scan" yang mencapai Rp 8 juta.
Untuk menghindari paparan radiasi tercecer di sembarang tempat, dr Gogot mewajibkan pasien agar buang air kecil di toilet. "Pada 25 menit pertama setelah pemeriksaan renogram, sekitar 75 persen bahan radioaktif dikeluarkan melalui urine. Oleh karena itu pasien tidak boleh buang air kecil di sembarang tempat," jelas Gogot. Sebanyak 25 persen radioaktif yang tersisa di tubuh akan dikeluarkan pada urin kedua atau tiga kali.