REPUBLIKA.CO.ID,
Penggunaan kertas daur ulang untuk bungkus makanan dengan intensitas yang sering bisa memicu kanker.
Anda penggemar gorengan? Tentunya, jika membeli gorengan pasti tak pernah melewatkan penggunaan kertas bekas sebagai pembungkus khas.
Kertas yang digunakan penjual itu bisa berasal dari kertas bekas yang dikemas ulang dengan tampilan lipatan cantik, seperti kertas koran atau buku dan catatan bekas yang masih terbaca jelas goresan catatan di atasnya.
Lalu, amankah kertas tersebut digunakan? Apakah ada efek samping akibat penggunaannya dalam intensitas yang terlampau sering?
Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Lukmanul Hakim mengatakan, kertas daur ulang tersebut tidak hanya memiliki titik kritis keamanan, tetapi juga menyangkut kehalalannya.
Jelas, kata dia, kertas bekas seperti koran dan yang telah ditulis berbahaya jika digunakan untuk makanan. Karena, di dalam kertas bekas ada tinta yang mengandung timbal yang berbahaya bagi kesehatan.
Zat timbal tersebut dapat bercampur dengan makanan apabila bersentuhan langsung. Apalagi dibungkus saat makanan dalam keadaan hangat atau panas.
Soal titik kritis kehalalannya, Lukman mengungkapkan, kertas daur ulang biasanya dalam prosesnya menggunakan pemutih bleaching. Zat pemutih kertas yang digunakan belum jelas kadarnya sehingga masih diragukan bahaya dan tidaknya kertas tersebut.
Apalagi, dalam proses pembuatan kertas tersebut biasanya melibatkan minyak pelapis, seperti gelatin atau sering disebut white oil.
Jika gelatin yang digunakan berasal dari tumbuhan, tidak masalah, tetapi jika berasal dari hewan perlu ditelusuri asal hewan tersebut. “Ini harus diperhatikan,” kata dia.
Dia menambahkan, para konsumen Muslim juga mesti mewaspadai keberadaan lem yang masih tersisa melekat di bagian kertas. Lem yang digunakan pun perlu diperhatikan asal muasalnya. Karena, lem tidak hanya berasal dari tumbuhan, tetapi juga berasal dari tulang rawan hewan.
Berhati-hatilah dengan bahan pembuat lem. Bila berasal dari hewan halal, jangan abaikan cara penyembelihannya. Apalagi, jika muasalnya hewan haram, jelas tidak diperkenankan. Dia pun mengimbau agar menghindari penggunaan kertas daur ulang sebagai bungkus makanan.
Anggota Majlis Pertimbangan Kesehatan dan Syarak Kementrian Kesehatan, Anna Priangani Roswiem, mengatakan, kertas bekas dan daur ulang secara umum memang tak memiliki titik kritis kehalalan, tetapi dari segi keamanan mesti tetap diwaspadai. Bahaya karsinogen yang ditimbulkan memang perlu dihindari.
Kertas bekas yang terdapat bekas tinta sangat berbahaya karena beracun bagi tubuh. Penggunaan kertas tersebut secara terus-menerus dalam jangka panjang dapat memicu kanker bagi yang bersangkutan.
Begitu juga dengan kertas daur ulang yang diputihkan untuk menarik konsumen. Pemutih kertas memang berbahaya bagi kesehatan jika digunakan untuk makanan yang panas.
Sedangkan kertas nasi yang berwarna cokelat, kata dia, aman digunakan. Karena, plastik pelapis kertas tersebut merupakan lapisan lilin atau malam yang berasal dari tumbuhan.
Selain itu, kertas nasi tersebut menurut Dosen Kimia IPB ini bukan kertas hasil daur ulang. Kertas nasi adalah kertas yang diproduksi tanpa ada proses daur ulang dan berasal langsung dari kayu.
Berbeda dengan kertas nasi, memang kertas kantong roti merupakan kertas daur ulang, tetapi tanpa ada pemutih. Meskipun kantong roti yang terbuat dari kertas tipis dan ada tinta merek yang tercantum, tapi tidak mengkhawatirkan.
Tinta yang terdapat dalam kantong roti tidak akan menembus ke dalam makanan yang dibungkus. Biasanya yang larut dengan karsinogen adalah cairan panas.
Biasanya makanan yang memiliki cairan tidak dibungkus dengan kertas, tapi dengan plastik sehingga kertas tidak bersentuhan langsung dengan makanan.
Ratna Ajeng Tejomukti