Kamis 23 Jan 2014 19:45 WIB

Penggunaan Antibiotik Tak Bijak Bikin Kuman Kebal

Obat-obatan antibiotika. Ilustrasi
Foto: .
Obat-obatan antibiotika. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ahli dan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Prof Dr dr Usman Hadi Sp.PD-KPTI menegaskan penggunaan antibiotik yang tidak bijak dan bertanggung jawab akan menyebabkan kekebalan kuman.

"Petugas kesehatan yang kurang bijak dalam penggunaan antibiotik justru menyebabkan kuman menjadi kebal antibiotik," katanya dalam konferensi pers menjelang pengukuhan dirinya sebagai guru besar di Media Center Unair Surabaya, Kamis (23/1).

Menurut dia, kepatuhan penderita untuk menggunakan antibiotik juga masih kurang, sehingga harus ditanggulangi secara bersama-sama agar masalah global yang mengancam kehidupan manusia bisa diatasi.

"Ada dua hal yang bisa mengatasinya secara baik yaitu sosialisasi perilaku penggunaan antibiotik dengan bijak dan bertanggung jawab, serta promosi perilaku penggunaan antibiotik secara bijak dan sesuai kewaspadaan standar untuk menghambat penyebaran atau penularan kebal antibiotik," katanya.

Staf Medik Departemen I Penyakit Dalam RSUD dr Soetomo Surabayaitu menjelaskan kewaspadaan standar dimaksudkan untuk tidak terjadi paparan terhadap penyakit dan penyebaran penyakit dalam melaksanakan perawatan penderita sesuai suatu standar pelayanan medis oleh setiap petugas kesehatan.

Sementara itu, Guru Besar Ilmu Patologi Klinik Fakultas Kesehatan Unair, Prof Dr dr Aryati MS.SpPK(K), melihat fenomena pasien yang ke laboratorium dengan anggapan hasil pemeriksaan alat kedokteran bisa diketahui tentang jenis penyakit pasien secara cepat.

"Pada kenyataannya banyak kejadian yang hanya mengandalkan hasil laboratorium justru belum memadai untuk menentukan jenis penyakitnya, sehingga hasil pemeriksaan laboratorium perlu metode pemantauan standar," katanya.

Ia menegaskan data dari hasil laboratorium tersebut masih harus diberi interpretasi oleh seorang profesional yang memiliki keahlian di bidang kedokteran serta memahami fungsi dan mekanisme kerja alat tersebut.

Ketidakpahaman ini, menurutnya, dapat menyebabkan kesalahan dalam pengobatan penderita, sekaligus biaya laboratorium yang besar yang harus ditanggung oleh penderita.

Ia menilai perlu adanya kerja sama dari semua pihak, baik Dokter Klinis sebagai penatalaksana pasien maupun dokter Spesialis, guna tidak terjadi fragmentasi pelayanan untuk menghasilkan kualitas pelayanan yang baik.

Senada dengan itu, Guru Besar Sosiologi Unair, Prof Dr Subagyo Adam MS, menjelaskan perlu adanya kerja sama semua pihak sampai terjadinya transformasi di seluruh pemangku kepentingan negeri.

Ia menjelaskan bagaimana bencana kependudukan sulit dikendalikan yang bisa menyebabkan adanya ancaman 'baby booming' karena jumlah perempuan yang berpotensi melahirkan bayi bertambah banyak.

"Dari sensus tahun 2000 sampai 2010, usia 15-49 tahun rata-rata satu orang perempuan subur bisa menghasilkan dua anak, selain itu survei dari Demografi dan Kesehatan Indonesia selama 2007-2012 angka kematian ibu melahirkan naik lebih 50 persen, dari 228 menjadi 359," katanya.

Dengan adanya data tersebut, target pengendalian jumlah penduduk telah gagal dan bila diabaikan akan mengakibatkan jendela peluang lenyap dan angka beban tanggungan ('depedency ratio') semakin besar.

"Rencananya, ada rancangan rekayasa sosial dan memilih beberapa wilayah provinsi sebagai daerah percepatan untuk implementasi pengentasan bencana kependudukan," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement