REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Guru Besar Bidang Psikiatri Universitas Negeri Sebelas Maret, Surakarta Syamsul Hadi mengatakan gangguan kejiwaan bipolar perlu segera dideteksi sejak dini untuk mengontrol tingkat kematian penduduk Indonesia karena bunuh diri.
"Orang dengan gangguan bipolar memiliki risiko besar untuk bunuh diri jika mereka tidak mendapatkan pengobatan," kata Syamsul dalam seminar "meningkatkan kepedulian terhadap gangguan bipolar di Indonesia" di Yogyakarta, Selasa (25/3).
Ia mengatakan gangguan bipolar merupakan gangguan yang terjadi pada otak yang menyebabkan perubahan suasana hati secara ekstrem. Gangguan itu dapat mempengaruhi tingkat energi, tingkat aktivitas, serta kemampuan melaksanakan pekerjaan.
Meskipun gangguan gangguan bipolar juga termasuk gangguan kejiwaan yang bersifat kronik namun dengan pendeteksian dan pengobatan lebih awal mereka juga akan bisa sembuh.
"Oleh karena itu jika sudah mengetahui seseorang berisiko bunuh diri dan telah menunjukkan tanda-tanda peringatan untuk melakukannya sebaiknya jangan meninggalkan mereka sendirian," katanya.
Menurut dia seorang penderita gangguan bipolar suatu ketika merasa sangat antusias dan bersemangat, namun di lain waktu ia tiba-tiba merasa pesimistis, dan putus asa.
"Bagi pengidap penyakit bipolar akut, perubahan "mood" yang bertolak belakang bisa dialami secara bergantian setiap harinya," katanya.
Gangguan itu, kata dia, berkembang di akhir masa remaja seseorang atau dewasa awal. Biasanya dimulai sebelum usia 25 tahun.
Sementara itu, psikiater Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Carla R. Machira mengatakan terdapat beberapa bentuk pengobatan yang dapat diberikan kepada penyandang gangguan bipolar, antara lain intervensi farmakologik berupa pemberian obat golongan mood stabilizer, serta non-farmakologik berupa konseling atau psikoterapi.
"Memperlihatkan kasih sayang, perhatian, kepedulian, penghargaan serta tidak menstigma dan mendiskriminasikan merupakan hal yang penting dilakukan masyarakat terhadap penyandang gangguang bipolar," katanya.
Ia menyebutkan sesuai data organisasi kesehatan dunia (WHO), angka bunuh diri di Indonesia pada 2010 mencapai 1,6-1,8 per 100.000 jiwa dan menempati peringkat 9 sama seperti Jepang.
Sementara Data RSUD Wonosari, Gunung Kidul, DI Yogyakarta menyebutkan Gunung Kidul memiliki angka kasus bunuh diri tertinggi di Indonesia dengan angka bunuh diri mencapai 9 per 100.000 penduduk. "Selain gangguan bipolar, trauma pekerjaan, masalah sosial ekonomi bisa pula berkontribusi pada kejadian tersebut," katanya.